Bahasa Indonesia
Tugas Bahasa
Indonesia
Oleh : Niki Anane
Setyadani
1.
Kramagung
Kramagung
adalah petunjuk, perilaku, tindakan, atau perbuatan yang harus dilakukan oleh
tokoh. Dalam naskah drama, kramagung biasanya ditulis dengan cetak miring dan
berada di dalam kurung. http://www.plengdut.com/2013/04/memerankan-tokoh-drama.html
2.
Dramaturgi
Dramaturgi adalah teori yang mengemukakan bahwa teater dan drama mempunyai makna yang sama dengan interaksi
sosial dalam kehidupan manusia. [1] Dramaturgi dicetuskan oleh Erving Goffman pada tahun 1959 yang
termuat dalam karyanya berjudul "Presentation
of Self in Everyday Life". [2] Dramaturgi merupakan pendalaman dari konsep interaksi
sosial, yang menandai ide-ide individu yang kemudian memicu
perubahan sosial masyarakat menuju era kontemporer.[1] Teori dramaturgi muncul sebagai reaksi atas konflik sosial dan rasial dalam masyarakat.[3] Dramaturgi berada di antara interaksi sosial dan fenomenologi.[3]
perubahan sosial masyarakat menuju era kontemporer.[1] Teori dramaturgi muncul sebagai reaksi atas konflik sosial dan rasial dalam masyarakat.[3] Dramaturgi berada di antara interaksi sosial dan fenomenologi.[3]
3.
Beda Teater dan
Drama
Teater
dan drama mempunyai arti yang sarupa tapi ungkapkannya berbeda. Teater adalah
proses pemilihan teks atau naskah, penafiran, penggarapan, penyajian atau
pementasan dan proses pemahaman atau penikmatan dari public atau audience
(pembaca, pendengar, penonton, pengamat, kritikus atau peneliti) dan secara
harfiah mempunyai arti tempat pertunjukan, maka kata teater selalu mengandung
arti pertunjukan. Sedangkan drama merupakan salah satu bentuk karya sastra yang
mempunyai arti berbuat, berlaku atau beracting, sehingga drama cenderung
memiliki pengertian ke seni sastra. Dan dalam drama, penulis ingin menyampaikan
pesan melalui akting dan dialog. Biasanya drama menampilkan sesuatu hal yang
biasa terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari. Sehingga para penonton diajak
untuk seolah-olah ikut menyaksikan dan merasakan kehidupan dan kejadian dalam
masyarakat. https://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20120424183806AAZb3BL
4.
Perbedaan Opera dan Operet
Opera
Opera adalah drama yang mengandung musik dan nyanyian
Opera adalah drama yang mengandung musik dan nyanyian
Operet
/ Operette
Operet adalah opera yang ceritanya lebih pendek.
Operet adalah opera yang ceritanya lebih pendek.
Opera= 1. sebuah drama
yang mengatur musik; terdiri dari bernyanyi dengan iringan orkestra dan orkestra overture
dan selingan .
2. sebuah
bangunan di mana drama musikal yang dilakukan sumber:
3. Sebuah drama, tragis atau komik, di
mana musik membentuk bagian penting; sebuah drama yang seluruhnya
atau sebagian besar dinyanyikan,
terdiri dari recitative, arials, chorus, duet, Trio, dll, dengan iringan
orkestra, Prelude dan selingan, bersama dengan kostum yang sesuai, pemandangan,
dan tindakan; drama lirik.
Operet
adalah opera ringan (nyanyian dan dialog disuguhkan secara bergantian)
dng unsur roman dan satir
5.
Profil Nano Riantiano
Norbertus Riantiarno
(lahir di Cirebon, Jawa Barat, 6 Juni 1949; umur 65 tahun), atau biasa dipanggil Nano, adalah seorang aktor, penulis, sutradara, wartawan dan tokoh teater Indonesia, pendiri Teater Koma (1977).
Dia adalah suami dari aktris Ratna Riantiarno.Nano telah berteater sejak 1965, di kota kelahirannya, Cirebon. Setamatnya dari SMA
pada 1967, ia
melanjutkan kuliah di Akademi Teater Nasional Indonesia, ATNI, Jakarta, kemudian pada 1971 masuk ke Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara di Jakarta. Ia bergabung dengan Teguh Karya, salah seorang
dramawan terkemuka Indonesia dan ikut mendirikan Teater populer pada 1968.
Pada 1 Maret 1977 ia mendirikan Teater Koma, salah satu
kelompok teater yang paling produktif di Indonesia saat ini. [1] Hingga 2006,
kelompok ini telah menggelar sekitar 111 produksi panggung dan televisi.
Film layar lebar perdana karyanya, CEMENG 2005 (The Last Primadona), 1995, diproduksi oleh Dewan Film Nasional Indonesia.[1]
Nano sendiri menulis sebagian besar karya panggungnya,
antara lain:
·
J.J Atawa Jian Juhro
·
Trilogi ''Opera Kecoa'' (''Bom Waktu'', ''Opera Kecoa''
·
Opera Julini)
·
Suksesi
|
·
RSJ atau Rumah Sakit Jiwa
|
Selain drama-drama di atas, Teater Koma di bawah pimpinan Nano juga pernah
memanggungkan karya-karya penulis kelas dunia, antara lain;
·
Woyzeck karya Georg Buchner
·
The Threepenny Opera karya Bertolt Brecht
·
The Good Person of Shechzwan karya Bertolt
Brecht
·
Romeo Juliet karya William
Shakespeare
·
Women in Parliament karya Aristophanes
·
Animal Farm karya George Orwell
·
The Crucible karya Arthur Miller
·
Orang Kaya Baru dan Tartuffe atau Republik Togog karya Moliere
·
The Marriage of Figaro karya Beaumarchaise
Kepenulisan
Nano banyak menulis skenario film dan televisi. Karya
skenarionya, ''Jakarta Jakarta'', meraih Piala Citra pada Festival Film Indonesia di Ujung Pandang, 1978. Karya
sinetronnya, ''Karina'' meraih Piala Vidia pada Festival Film Indonesia di Jakarta, 1987. [1]
Menulis novel ''Cermin Merah'', ''Cermin Bening'' dan ''Cermin Cinta'', diterbitkan oleh Grasindo, 2004, 2005 dan 2006. ''Ranjang Bayi'' dan 18 Fiksi, kumpulan cerita pendek, diterbitkan Kompas, 2005. Roman ''Primadona'', diterbitkan Gramedia 2006.
Nano ikut mendirikan majalah Zaman, 1979, dan bekerja sebagai redaktur (1979-1985). Ia ikut pula mendirikan
majalah Matra, 1986, dan bekerja sebagai Pemimpin Redaksi. [2] Pada tahun
2001, pensiun sebagai wartawan. Kini
berkiprah hanya sebagai seniman dan pekerja teater, serta pengajar di program
pasca-sarjana pada Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) di Surakarta.
Aktivitas di
tingkat nasional dan internasional
Pada tahun 1975, ia berkeliling Indonesia mengamati teater rakyat dan kesenian tradisi. Juga berkeliling Jepang atas undangan Japan Foundation pada 1987 dan
1997. Pada 1978, Nano
mengikuti International Writing Program di Universitas Iowa, Iowa City, AS, selama 6 bulan. Pada 1987 ia diundang sebagai peserta pada
International Word Festival, 1987 di Autralia National University, Canberra, Australia. Pada tahun
berikutnya ia diundang ke New Order Seminar, 1988, di tempat yang sama di
Australia. Dan pada tahun 1996, menjadi partisipan aktif pada Session 340,
Salzburg Seminar di Austria.[1]
Membacakan makalah Teater Modern Indonesia di Universitas Cornell, Ithaca, AS, 1990.
Berbicara mengenai Teater Modern Indonesia di kampus-kampus universitas di
Sydney, Monash-Melbourne, Adelaide, dan Perth, 1992. Pernah pula mengunjungi
negara-negara Skandinavia, Inggris, Prancis, Belanda, Italia, Afrika Utara,
Turki, Yunani, Spanyol, Jerman dan Tiongkok, 1986-1999.
Pernah menjabat sebagai Ketua Komite Teater Dewan Kesenian Jakarta (1985-1990). [3] Anggota Komite
Artistik Seni Pentas untuk Kias (Kesenian Indonesia di Amerika Serikat),
1991-1992. Dan anggota Board of Artistic Art Summit Indonesia, 2004. Juga
konseptor dari Jakarta Performing Art Market/Pastojak (Pasar Tontonan Jakarta
I), 1997, yang diselenggarakan selama satu bulan penuh di Pusat Kesenian
Jakarta, Taman Ismail Marzuki.
Menulis dan menyutradarai 4 pentas multi media
kolosal, yaitu: ''Rama-Shinta'' 1994, ''Opera Mahabharata'' 1996, ''Opera Anoman'' 1998 dan ''Bende Ancol'' 1999.
Larangan pentas
Nano pernah menghadapi interogasi, pencekalan dan
pelarangan, kecurigaan serta ancaman bom, ketika ia akan mementaskan
pertunjukannya, tapi semua itu dihadapi sebagai sebuah dinamika perjalanan
hidup. Beberapa karyanya bersama Teater Koma, batal pentas karena masalah
perizinan dengan pihak yang berwajib. Antara lain: Maaf.Maaf.Maaf.
(1978), Sampek Engtay (1989) di Medan, Sumatera Utara, Suksesi,
dan Opera Kecoa (1990), keduanya di Jakarta. [4]
Akibat pelarangan itu, rencana pementasan Opera
Kecoa di empat kota di Jepang (Tokyo, Osaka, Fukuoka, Hiroshima), 1991,
urung digelar pula karena alasan yang serupa. Tapi Opera Kecoa, pada
Juli-Agustus 1992, dipanggungkan oleh Belvoir Theatre, salah satu grup teater garda depan di Sydney,
Australia.
Penghargaan
Meraih lima hadiah sayembara Penulisan Naskah Drama Dewan Kesenian
Jakarta (1972-1973-1974-1975 dan 1998). [3] Juga merebut
hadiah Sayembara Naskah Drama Anak-anak dari
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1978, judul Jujur Itu ...
Novelnya, Ranjang Bayi meraih hadiah Sayembara Novelet majalah ''Femina'', dan novel Percintaan Senja, memenangkan
Sayembara Novel Majalah ''Kartini''. [5] Pada 1993,
dianugerahi Hadiah Seni, Piagam Kesenian dan Kebudayaan dari
Departemen P&K, atas nama Pemerintah Republik Indonesia.
Pada 1999 meraih penghargaan dari Forum Film Bandung untuk serial film televisi berjudul
''Kupu-kupu Ungu'' sebagai Penulis Skenario Terpuji
1999. Forum yang sama mematok film televisi karyanya (berkisah tentang
pembauran), ''Cinta Terhalang Tembok'', sebagai Film
Miniseri Televisi Terbaik, 2002.
Pada 1993, dianugerahi Hadiah Seni, Piagam Kesenian dan Kebudayaan dari
Departemen P&K, atas nama Pemerintah Republik Indonesia. Pada 1998, menerima Penghargaan Sastra 1998 dari Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia. Dan sekaligus meraih Sea Write Award 1998 dari Raja Thailand, di Bangkok, untuk
karyanya ''Semar Gugat''. [3] Sejak 1997,
menjabat Wakil Presiden PEN Indonesia.
Pada 1999, menerima Piagam Penghargaan dari Menteri
Pariwisata Seni & Budaya, sebagai Seniman dan Budayawan Berprestasi.
Karya pentasnya Sampek Engtay, 2004, masuk MURI
(Museum Rekor Indonesia) sebagai karya pentas yang telah digelar selama 80
kali selama 16 tahun dan dengan 8 pemain serta 4 pemusik yang sama.
Kerja seni di
luar negeri
Menyutradarai Sampek Engtay di Singapura, 2001, dengan
pekerja dan para pemain dari Singapura. Salah satu pendiri Asia Art Net, AAN, 1998, sebuah organisasi seni pertunjukan yang
beranggotakan sutradara-sutradara Asia. Menjabat sebagai artistic founder dan
evaluator dari Lembaga Pendidikan Seni Pertunjukan PPAS, Practice Performing Arts School di Singapura.
Karya-karyanya
·
Trilogi Opera Kecoa: Bom Waktu, Opera
Julini, (drama) - Maha Tari, Yogyakarta
·
Percintaan Senjat, novel. - Majalah Kartini
·
Cermin Merah, novel - Grasindo (2004)
·
Opera Primadona, drama - Pustaka Kartini
·
Semar Gugat, drama - Pustaka Bentang
·
Cinta Yang Serakah, drama - Pustaka Bentang
·
Opera Ikan Asin, drama - Pustaka Jaya
·
Teguh Karya dan Teater Populer - Sinar
Harapan
·
Menyentuh Teater: Tanya Jawab Seputar Teater Kita, panduan
teater bagi para pekerja seni pertunjukan - Sampurna (2003)
·
Konglomerat Burisrawa, drama -
Teater Koma
·
Sampek Engtay, drama - Pustaka Jaya
·
Suksesi, drama - Teater Koma
·
Republik Bagong, drama - Galang Press
·
Time Bomb and Cockroach Opera, drama,
diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris - Lontar
·
Opera Sembelit, drama - Balai Pustaka
·
Cermin Bening, novel – Grasindo (2005)
·
Maaf. Maaf. Maaf. Politik Cinta Dasamuka, drama -
Gramedia (2005)
·
Fiksi di Ranjang Bayi, kumpulan
cerpen dan novelet - Kompas (2005)
·
Primadona, roman - Gramedia (2005)
·
Cermin Cinta, novel - Grasindo (2006)
6.
Profil Teguh Karya
Sutradara filmTeguh Karya yang bernama asli Steve Liem
Tjoan Hok adalah sutradara legendaris Indonesia. Pria kelahiran Pandeglang,
Jawa Barat, 22 September 1937 ini tiga kali menjadi Nominasi Sutradara terbaik
di Festival Film Indonesia dan enam kali menjadi Sutradara Terbaik dalam FFI.
Anak pertama dari lima saudara ini yang akrab dipanggil Om Steve ini berhasil melahirkan banyak aktor dan aktris terkemuka Indonesia seperti Slamet Rahardjo Djarot, Nano Riantiarno, Christine Hakim, Franky Rorimpandey, Alex Komang, Dewi Yul, Rae Sahetapi, Rina Hasyim, Tuti Indra Malaon (Alm), George Kamarullah, Henky Solaiman, Benny Benhardi, Ninik L. Karim, dan Ayu Azhari.
Teguh menyelesaikan pendidikan seni di berbagai perguruan tinggi, antara lain di Akademi Seni Drama dan Film (Asdrafi) Yogyakarta (tahun 1954-1955), Akademi Teater Nasional Indonesia (ATNI, 1957-1961), kemudian ke East West Center Honolulu, Hawai (1962-1963) untuk belajar akting atau art directing.
Teguh Karya memulai karir di bidang seni sebagai pemain drama (1957-1961) masih menggunakan nama lahirnya dan sering tampil di panggung dalam pementasan-pementasan yang diadakan oleh ATNI (Akademi Teater Nasional Indonesia). Usmar Ismail, Asrul Sani, dan D. Djajakusuma adalah sutradara legendaris yang banyak mempengaruhi proses berkeseniannya. Teguh turut aktif membidani kelahiran Badan Pembina Teater Nasional Indonesia, di tahun 1962.
Sejak tahun 1968, Teguh yang masih menggunakan nama Steve Liem mendirikan Teater Populer, yang hingga akhir hayat adalah kebanggaan sekaligus ‘kendaraan’ seni yang tetap difungsikan dan berhasil membentuk serta melahirkan banyak aktor serta aktris kenamaan.
Teguh merintis karir di dunia film sejak melakukan tugas praktik penulisan skenario film-film semi dokumenter, pada Perusahaan Film Negara (kini PPFN). Film pertamanya adalah film anak-anak, sedangkan film untuk konsumsi dewasa mulai dihasilkan sejak tahun 1971.
Sejumlah judul film karya Teguh yang berhasil mengangkat nama sutradara dan pemain bintangnya, di antaranya, WAJAH SEORANG LAKI-LAKI (1971), CINTA PERTAMA (1973), RANJANG PENGANTIN (1974), KAWIN LARI (1975), PERKAWINAN SEMUSIM (1977), BADAI PASTI BERLALU (1977), NOVEMBER 1828 (1979), DI BALIK KELAMBU (1982), SECANGKIR KOPI PAHIT (1983), DOEA TANDA MATA (1984), IBUNDA (1986), dan PACAR KETINGGALAN KERETA (1986).
Saat kehadiran televisi mulai menggeser posisi film di tahun 1990-an, Teguh pun berbalik haluan ke sinetron, antara lain PULANG (1987), ARAK-ARAKAN (1992), serta PAKAIAN DAN KEPALSUAN (1994). Walaupun beralih ke sinetron, namun karya-karya tetap dikenal sebagai karya yang bermutu dan sarat makna. Hingga akhir hidupnya, dia tetap menghasilkan karya yang berkarakter kuat.
Teguh yang memilih hidup melajang, meninggal tanggal 11 Desember 2001 di usia 64 tahun di RSAL Mintohardjo, Jakarta Pusat. Hari-hari terakhirnya dihabiskan di atas kursi roda setelah terserang stroke sejak tahun 1998. Namun demikian, karya-karya sutradara yang telah melahirkan banyak aktor terkenal seperti Slamet Rahardjo, Christine Hakim dan Alex Komang tersebut tetap dikenang dan tidak akan mati.
Anak pertama dari lima saudara ini yang akrab dipanggil Om Steve ini berhasil melahirkan banyak aktor dan aktris terkemuka Indonesia seperti Slamet Rahardjo Djarot, Nano Riantiarno, Christine Hakim, Franky Rorimpandey, Alex Komang, Dewi Yul, Rae Sahetapi, Rina Hasyim, Tuti Indra Malaon (Alm), George Kamarullah, Henky Solaiman, Benny Benhardi, Ninik L. Karim, dan Ayu Azhari.
Teguh menyelesaikan pendidikan seni di berbagai perguruan tinggi, antara lain di Akademi Seni Drama dan Film (Asdrafi) Yogyakarta (tahun 1954-1955), Akademi Teater Nasional Indonesia (ATNI, 1957-1961), kemudian ke East West Center Honolulu, Hawai (1962-1963) untuk belajar akting atau art directing.
Teguh Karya memulai karir di bidang seni sebagai pemain drama (1957-1961) masih menggunakan nama lahirnya dan sering tampil di panggung dalam pementasan-pementasan yang diadakan oleh ATNI (Akademi Teater Nasional Indonesia). Usmar Ismail, Asrul Sani, dan D. Djajakusuma adalah sutradara legendaris yang banyak mempengaruhi proses berkeseniannya. Teguh turut aktif membidani kelahiran Badan Pembina Teater Nasional Indonesia, di tahun 1962.
Sejak tahun 1968, Teguh yang masih menggunakan nama Steve Liem mendirikan Teater Populer, yang hingga akhir hayat adalah kebanggaan sekaligus ‘kendaraan’ seni yang tetap difungsikan dan berhasil membentuk serta melahirkan banyak aktor serta aktris kenamaan.
Teguh merintis karir di dunia film sejak melakukan tugas praktik penulisan skenario film-film semi dokumenter, pada Perusahaan Film Negara (kini PPFN). Film pertamanya adalah film anak-anak, sedangkan film untuk konsumsi dewasa mulai dihasilkan sejak tahun 1971.
Sejumlah judul film karya Teguh yang berhasil mengangkat nama sutradara dan pemain bintangnya, di antaranya, WAJAH SEORANG LAKI-LAKI (1971), CINTA PERTAMA (1973), RANJANG PENGANTIN (1974), KAWIN LARI (1975), PERKAWINAN SEMUSIM (1977), BADAI PASTI BERLALU (1977), NOVEMBER 1828 (1979), DI BALIK KELAMBU (1982), SECANGKIR KOPI PAHIT (1983), DOEA TANDA MATA (1984), IBUNDA (1986), dan PACAR KETINGGALAN KERETA (1986).
Saat kehadiran televisi mulai menggeser posisi film di tahun 1990-an, Teguh pun berbalik haluan ke sinetron, antara lain PULANG (1987), ARAK-ARAKAN (1992), serta PAKAIAN DAN KEPALSUAN (1994). Walaupun beralih ke sinetron, namun karya-karya tetap dikenal sebagai karya yang bermutu dan sarat makna. Hingga akhir hidupnya, dia tetap menghasilkan karya yang berkarakter kuat.
Teguh yang memilih hidup melajang, meninggal tanggal 11 Desember 2001 di usia 64 tahun di RSAL Mintohardjo, Jakarta Pusat. Hari-hari terakhirnya dihabiskan di atas kursi roda setelah terserang stroke sejak tahun 1998. Namun demikian, karya-karya sutradara yang telah melahirkan banyak aktor terkenal seperti Slamet Rahardjo, Christine Hakim dan Alex Komang tersebut tetap dikenang dan tidak akan mati.
PENDIDIKAN
·
Akademi Seni Drama dan Film (Asdrafi) Yogyakarta
(tahun 1954-1955)
·
Akademi Teater Nasional Indonesia (ATNI, 1957-1961)
·
East West Center Honolulu, Hawai (1962-1963) untuk
belajar akting atau art directing.
KARIR
·
Sutradara
PENGHARGAAN
·
Sutradara Terbaik FFI
Sutradara
dan penulis skenario Teguh Karya lahir di Pandeglang Jawa Barat, 22 September
1933. Pendidikan ASDRAFI Yogyakarta (1954-1955), ATNI (1957-1961), dan East
West Centre University of Hawaii (1963) Sebelumnya dikenal sebagai pemain
sandiwara di akhir 1950-an waktu masih menggunakan nama Steve Lim Tjoan Hok
dalam pementasan-pemantasan yang diadakan oleh ATNI. Walaupun juga sudah
mendapat pendidikan dan sekaligus praktek pembuatan film pada Perusahaan Film
Negara (PFN) namun Teguh masih belum berkecimpung di film. Teguh masih tetap
“setia” dengan dunia seni pertunjukan atau teaternya, terlebih setelah pada
1965 membentuk Teater Populer. Baru pada 1971 dia benar-benar aktif di film
dengan membuat Wajah Seorang Laki-laki. Film yang cerita dan skenarionya ditulis
Teguh sendiri itu, walaupun kurang mendapat sambutan penonton namun para
kritikus dan sejumlah media menilai dan menyambut sebagai sesuatu yang positif.
Keberadaan film Teguh ini bahkan dikatakan sebagai film unikum yang patut
dipuji.Selesai itu, Teguh terus membuat film, namun sesekali tetap memproduksi
dan menyutradarai pertunjukan teater bersama Teater Populer-nya. Film-film yang
lahir dari tangannya senantiasa meraih penghargaan dari berbagai festival baik
dalam maupun luar negeri. Walaupun film telah dikenal Teguh Karya saat masih
kuliah di ATNI (Akademi Teater Nasional Indonesia) pada 1950-an akhir, dan
bahkan sempat mengikuti program workshop produksi film yang diselenggaraklan
oleh PFN (Perusahaan Film Negara) pada awal 1960-an, namun Teguh Karya masih
tetap setiap dengan kegiatan teaternya.
Teater
dengan nama Teater Populer yang didirikan dan dipimpinnya itu tak terhitung
berapa kali sudah tampil mementaskan naskah-naskah dari pengarang besar seperti
Alice Gerstenberg, Norman Barash, Nikolai Gogol dan lain-lain. Setiap kali
tampil pada masa itu, sambutan penonton luar biasa. Garapan teater Teguh sangat
komunikatif. Kekuatan bukan saja ada pada kempuan akting aktor-aktris panggung
yang terlibat tetapi juga penyutradaraan, penataan set panggung, manajemen
pertunjukan, dan lain-lain. Maka, pada masa itu, setiap kali Teater Populer
tampil di berbagai tempat seperti antara lain Taman Ismail Marzuki, Gedung
Kesenian Jakarta dan lain-lain, orang-orang sudah siap menanti. Teguh bukan
saja sebagai sutradara, tetapi dia memposisikan diri sebagai orang yang paling
bertanggungjawab atas semuanya, tentu dengan pendekatan pembinaan sesuai yang
dimiliki. Dan pendekatan itu selalu memberikan kekaguman serta kebanggaan bagi
murid-muridnya.
Simaklah apa
kata Slamet Rahardjo, salah seorang muridnya yang tumbuh dan dibesarkan lewat
Teater Populer: “Teguh Karya adalah ‘suhu’. Dia menjadi semacam sentrum magnit
yang gelombang getarannya sanggup membuat para anggota kelompok terus-menerus
merasa ‘demam berkesenian’. Terus-menerus merasa harus menggali agar kekurangan
bisa dilengkapi. Terus menerus ‘hanya’ memikirkan teater dan seni. Dia adalah
guru, sahabat, dan sekaligus juga bapak. Pada Teguh, para anak didiknya tidak
hanya belajar teater dan kesenian saja, tetapi sekaligus juga belajar tentang
kehidupan agar bisa tetap berdiri meski kesulitan datang bertubi-tubi.”
Bahkan Asrul
Sani saat melihat kegiatan dan hasil karya teater Teguh Karya, memberikan
pendapat: “Semenjak semula bagi Teguh Karya, teater adalah sesuatu yang
serius”. Berteater hingga bertahun-tahun bersama anak didiknya, tak pernah
membuat Teguh merasa lelah. Bahkan kerasnya “pertarungan” Teguh ini sempat
mendapat sorotan dari media massa.
Media massa
mengangap, Teguh Karya terlalu keras pada pendiriannya untuk setia pada teater,
sementara itu “bekerja” sebagai orang teater masih belum memungkinkan untuk
memberikan penghidupan yang layak. Menanggapi hal ini, saat itu, Teguh Karya
menjawab: “Semuanya harus dicari, dibentuk, dan dipelihara. Semuanya
membutuhkan kerja keras. Tetapi jangan juga salah, semakin kita dekat dan bisa
membuka pintu teater maka sesungguhnya semakin susah. Karena itulah kita
terpanggil untuk tetap berada di dalamnya.”
Keakraban
Teguh Karya bersama kelompoknya pada teater, menjadikannya begitu kental dengan
dunia kesenian. Hingga sampai pada suatu masa, ketika Teguh menganggap bahwa
teater memiliki keterbatasan dalam mengekspresikan idenya, maka lalu dipilihlah
film sebagai media baru. Tahun 1971 adalah awal persentuhan Teguh Karya dengan
dunia film. Pada tahun tersebut, dari tangannya lahir film Wajah Seorang
Laki-laki yang pemainnya adalah rata-rata mereka yang biasa bermain pada
teaternya sebelum-sebelumnya seperti Slamet Rahardjo, Tuti Indra Malaon, dan
lain-lain.
Secara bisnis film pertama Teguh ini gagal.
Secara artistik pun kurang mendapat tempat di Festival Film Indonesia (FFI)
1972. Namun, apa yang menjadi kelebihan dalam film ini banyak dibicarakan oleh
para kritikus dan media masa. Bahkan juga dianggap memiliki kecenderungan gaya
yang berbeda dibandingkan dengan karya-karya sutradara lainnya pada masa itu.
Teguh dianggap berpotensi untuk melahirkan film-film berkualitas setelah film
pertamanya itu.
Tahun-tahun berikutnya, benar saja, Teguh
tampil memberi warna baru dalam sejarah perfilman nasional. Pengaruh latar
belakang sebagai orang teater yang sangat dekat dengan kesenian, apalagi
sebelumnya sangat dikenal dengan detailnya baik terkait dengan penanganan
akting para pemain, setting atau property, komposisi, dramatic, irama dan lain
sebagainya, sangat terasa. Hal-hal inilah yang menjadikan karya-karya film
Teguh bukan saja sekedar beda dengan kecenderungan karya-karya film sutradara
lain tetapi juga memiliki makna dan nilai yang sangat berarti bagi masyarakat
penontonnya.
Hampir semua film-film Teguh Karya,
akhirnya, setelah Wajah Seorang Laki-laki (1971) sampai dengan karyanya yang
terakhir Pacar Ketinggalan Kereta (1989) sukses meraih penghargaan di berbagai
festival baik dalam mapun luar negeri.
Sumber : Sinematek Indonesia
7.
Profil teater koma
Teater
Koma (didirikan di Jakarta, 1 Maret 1977)
oleh 12 pekerja teater; N. Riantiarno, Ratna
Madjid, Rima Melati, Rudjito, Jajang Pamontjak, Titi Qadarsih, Syaeful
Anwar, Cini
Goenarwan, Jimi
B. Ardi, Otong Lenon, Zaenal
Bungsu dan Agung Dauhanadalah[1] sebagai salah satu kelompok teater Indonesia yang memiliki reputasi cukup bagus, dengan tokoh sentral N
Riantiarno. Hingga 2007, Teater Koma sudah menggelar 111 pementasan, baik di televisi maupun di panggung. Sering juga melakukan kiprah
kreativitasnya di Pusat Kesenian Jakarta, Taman
Ismail Marzuki, TVRI dan
Gedung Kesenian Jakarta. Perkumpulan kesenian yang bersifat non-profit, ini mengawali
kegiatan dengan 12 seniman (kemudian disebut sebagai Angkatan Pendiri). Kini,
kelompok ini didukung oleh sekitar 30 anggota aktif dan 50 anggota yang
langsung bergabung jika waktu dan kesempatannya memungkinkan.
Repertoar
Teater Koma banyak mementaskan karya-karya N. Riantiarno antara lain;
·
Rumah Kertas
·
Maaf.Maaf.Maaf
·
J.J, Kontes 1980
·
Trilogi Opera Kecoa (Bom Waktu, Opera Kecoa, Opera
Julini)
·
Opera Primadona
·
Sampek Engtay
·
Banci Gugat
·
Konglomerat Burisrawa
·
Pialang Segi Tiga Emas
·
Suksesi
·
RSJ atau Rumah Sakit Jiwa
·
Semar Gugat
·
Opera Ular Putih
·
Opera Sembelit
·
Samson Delila
·
Presiden Burung-Burung
·
Republik Bagong
Juga menggelar karya para dramawan kelas dunia;
·
The Comedy of Error dan Romeo Juliet (William
Shakespeare)
·
Woyzeck (Georg Buchner)
·
The Three Penny Opera dan The Good Person of Shechzwan
(Bertolt Brecht)
·
Orang Kaya Baru-Kena Tipu-Doea Dara-Si Bakil-Tartuffe
(Moliere)
·
Women in Parliament (Aristophanes)
·
The Crucible (Arthur Miller)
·
The Marriage of Figaro (Beaumarchaise)
·
Animal Farm (George Orwell)
·
Ubu Roi (Alfred Jarre)
·
The Robber (Freidrich Schiller)
Kiprah Teater
Koma
Teater Koma merupakan kelompok teater independen dan bekerja
lewat berbagai pentas yang mengkritik situasi-kondisi sosial-politik di tanah air.
Dan sebagai akibat, harus menghadapi pelarangan pentas serta pencekalan dari
pihak yang berwewenang. Berbagai upaya juga dilakukan lewat ‘program apresiasi’
(PASTOJAK, Pasar Tontonan Jakarta, yang digelar selama sebulan penuh di
PKJ-TIM, Agustus 1997, diikuti oleh 24 kelompok kesenian dari dalam dan
luar negeri). Kelompok senantiasa berupaya bersikap optimistis. Berharap teater
berkembang dengan sehat, bebas dari interes-politik praktis dan menjadi
tontonan yang dibutuhkan berbagai kalangan masyarakat.
Teater Koma yakin, teater bisa menjadi salah satu
jembatan menuju suatu keseimbangan batin dan jalan bagi terciptanya kebahagiaan
yang manusiawi. Jujur, bercermin lewat teater, diyakini pula sebagai salah satu
cara untuk menemukan kembali akal sehat- budi-nurani. Teater Koma adalah
kelompok kesenian yang konsisten dan produktif. Juga tercatat memiliki banyak
penonton setia. Pentas-pentasnya sering digelar lebih dari 14 hari.
8. Teater Populer
Teater popoler adalah salah
sebuah kelompok teater Indonesia yang
menonjol terutama karena prestasinya di kemudian hari di dunia film.
Kelompok teater ini diresmikan
pada hari Senin, 14
Oktober 1968, di Bali
Room Hotel Indonesia, Jakarta.
Pagelaran perdananya adalah dua pentas pendek: "Antara Dua Perempuan"
karya Alice Gestenberg dan
"Kammerherre Alving (Ghost)" karya Henrik
Ibsen.
Latar belakang
Kelompok
yang dipimpin oleh Teguh Karya ini, semula bernama Teater
Populer Hotel Indonesia. Anggota awalnya berjumlah sekitar 12 orang,
berasal dari ATNI (Akademi
Teater Nasional Indonesia), mahasiswa dan para
teaterawan independen. Mereka mempersiapkan diri sejak awal 1968 dan
berlatih di panggung Ballroom hotel.
Manajemen kelompok ini memang berpayung di bawah Departemen Seni & Budaya
Hotel Indonesia.
Jangkauan
utama kelompok ini adalah menanamkan apreasiasi teater terhadap
masyarakat dengan pendekatan bertahap. Dan gebrakan demi gebrakan telah
berhasil menggaet sekitar 3000 peminat yang bersedia menjadi penonton tetap
dengan membayar iuran. Produktivitas kelompok ini luar biasa. Untuk masa dua
tahun, Teater Populer HI sanggup menggelar produksi panggung sekali sebulan. Di
dalam proses perjalanannya, kelompok ini kemudian memisahkan diri dari
manajemen Hotel Indonesia dan mengubah nama grup menjadi Teater Populer.
Karya-karya
pentas yang dianggap kalangan kritikus sebagai puncak eksplorasi kelompok ini
antara lain; Jayaprana karya Jef Last, Pernikahan Darah karya Federico García Lorca, Inspektur
Jendral karya Nikolai
Gogol, Woyzeck karya Georg
Büchner, dan Perempuan Pilihan Dewa karya Bertolt Brecht,
semuanya disutradarai Teguh Karya.
Kegiatan
Teater Populer bukan hanya di panggung saja, tetapi juga di televisi. Pada
tahun 1971, kelompok ini melahirkan sebuah karya film berjudul Wajah
Seorang Laki-laki. Sejak saat itu, teater-film-televisi, merupakan
begian kegiatan yang tak terpisahkan dari kelompok ini.
Banyak
nama mencuat lewat kelompok ini. Selain, tentu saja, Teguh
Karya, yang kemudian dianggap sebagai suhu teater
dan film Indonesia saat ini, lahir pula Slamet
Rahardjo Djarot, Christine
Hakim, Franky Rorimpandey, George
Kamarullah, Henky Solaiman, Benny Benhardi, Niniek L.
Karim, Sylvia Widiantono, Dewi Matindas, Alex
Komang, dll.
Sepeninggalan
Teguh Karya, sanggar Teater Populer diteruskan oleh Slamet
Rahardjo Djarot sebagai pimpinan sanggar dengan anggota angkatan
setelah Alex Komang, seperti Nungki Kusumastuti, Arya
Dega, Tri Rahardjo, Hendro Susanto.
9.
Unsur-unsur naskah
drama
Unsur-unsur
ini bisa kita lihat dari dua sisi, antara lain dari sisi –
A. fisik :
1. Judul
2. Prolog
3. Dialog
4. Autodirection
5. Adegan
6. Babak
7. Evilog
8. Dramatik Person
B. PSIKIS :
1. Tema ( social, politik,psikologi, moral, religious, cinta, dll )
2. Plot / alur cerita :
Ø Jenis Plot : – Linier, sirkuler, episodic, consentrik, statis, spiral
Ø Penghubung peristiwa dalam plot : rapat, longgar dan lepas
Ø Anatomi Plot :
Saspence : keteganagn yang terjadi diawal cerita yang membuat penasaran bagi pembaca atau penonton.
Gestus : Ucapan yang keluar dari seorang tokoh yang beritikad mencari solusi tentang sesuatu persoalan.
Foreshadowing : Bayang-bayang peristiwa atau dialog yang mendahului sebelum peristiwa yang sebenarnya terjadi.
Dramatik Ironi : Sindiran yang terjadi diawal cerita yang akhirnya benar-benar terjadi dikemudian.
Flasback : pengulangan kejadian masa silam yang digambarkan pada masa itu, dalam upaya mempertegas cerita dari kejadian suatu peristiwa ( menggambarkan kronlogis peristiwa secara detail )
Surprese : Peristiwa yang tidak diduga dan mengejutkan, akan tetapi masih dapat diterima karena masih dalam kerangka peristiwa.
3. Strukturdramatik :
Eksposisi : Isinya pemaparan masalah utama atau konflik utama yang berkaitan dengan posisi diametral antara protagonis dan antagonis. Hasil akhir : Antagonis berhasil menghimpun kekuatan yang lebih dominan.
Raising Action : Isinya menggambarkan pertentangan kepentingan antar tokoh. Hasil akhir : Protagonis tidak berhasil melemahkan Antagonis. Antagonis mengancam kedudukan Protagonis. Krisis diawali.
Complication : Isinya perumitan pertentangan dengan hadirnya konflik sekunder. Pertentangan meruncing dan meluas, melibatkan sekutu kedua kekuatan yang berseteru. Hasil akhir : Antagonis dan sekutunya memenangkan pertentangan. Kubu protagonis tersudut.
Klimaks : Isinya jatuhnya korban dari kubu Protagonis, juga korban dari kubu Antagonis. Hasil akhir : Peristiwa-peristiwa tragis dan menimbulkan dampak besar bagi perimbangan kekuatan antar kubu.
Resolusi : Isinya hadirnya tokoh penyelamat, bisa muncul dari kubu protagonis atau tokoh baru yang berfungsi sebagai penyatu kekuatan kekuatan konflik, sehingga situasi yang kosmotik dapat tercipta kembali. Pada tahap ini, pesan moral disampaikan, yang biasanya berupa solusi moral yang berkaitan dengan tema atau konflik yang sudah diusung.
4. Bentuk Lakon :
a. Tragedi : Salah satu bentuk lakon dalam mana tokoh tragis yang oftimistis hancur dalam perjuangan karena mempunyai cacat tragis.
b. Komedi : Salah satu bentuk lakon dalam mana terdapat banyak hal atau peristiwa tentag tokoh-tokoh tertentu yang menimbulkan kelucuan, kegelian dan atau kemuakan moral
c. Tragedikomedi : Salah satu bentuk lakon dengan tokoh utama atau tokoh-tokoh yang lainnya, diperistiwakan, disuasanakan, dikarakterisasikan pengarang secara lucu dan komis, tapi sekaligus kadang atau seringkali mengerikan, menyeramkan atau menimbulkan rasa iba prihatin atau simpati
d. Melodrama : salah satu bentuk lakon dalam mana tokoh protagonis secara total, baik, antagonis secara total, jahat, sementara aksi-aksi dramatis dan pengkarakterisasian dibuat untuk menghasilkan efek yang gagal atau hebat
5. Aliran :
a. Konvensional
b. Non Konvensional
A. fisik :
1. Judul
2. Prolog
3. Dialog
4. Autodirection
5. Adegan
6. Babak
7. Evilog
8. Dramatik Person
B. PSIKIS :
1. Tema ( social, politik,psikologi, moral, religious, cinta, dll )
2. Plot / alur cerita :
Ø Jenis Plot : – Linier, sirkuler, episodic, consentrik, statis, spiral
Ø Penghubung peristiwa dalam plot : rapat, longgar dan lepas
Ø Anatomi Plot :
Saspence : keteganagn yang terjadi diawal cerita yang membuat penasaran bagi pembaca atau penonton.
Gestus : Ucapan yang keluar dari seorang tokoh yang beritikad mencari solusi tentang sesuatu persoalan.
Foreshadowing : Bayang-bayang peristiwa atau dialog yang mendahului sebelum peristiwa yang sebenarnya terjadi.
Dramatik Ironi : Sindiran yang terjadi diawal cerita yang akhirnya benar-benar terjadi dikemudian.
Flasback : pengulangan kejadian masa silam yang digambarkan pada masa itu, dalam upaya mempertegas cerita dari kejadian suatu peristiwa ( menggambarkan kronlogis peristiwa secara detail )
Surprese : Peristiwa yang tidak diduga dan mengejutkan, akan tetapi masih dapat diterima karena masih dalam kerangka peristiwa.
3. Strukturdramatik :
Eksposisi : Isinya pemaparan masalah utama atau konflik utama yang berkaitan dengan posisi diametral antara protagonis dan antagonis. Hasil akhir : Antagonis berhasil menghimpun kekuatan yang lebih dominan.
Raising Action : Isinya menggambarkan pertentangan kepentingan antar tokoh. Hasil akhir : Protagonis tidak berhasil melemahkan Antagonis. Antagonis mengancam kedudukan Protagonis. Krisis diawali.
Complication : Isinya perumitan pertentangan dengan hadirnya konflik sekunder. Pertentangan meruncing dan meluas, melibatkan sekutu kedua kekuatan yang berseteru. Hasil akhir : Antagonis dan sekutunya memenangkan pertentangan. Kubu protagonis tersudut.
Klimaks : Isinya jatuhnya korban dari kubu Protagonis, juga korban dari kubu Antagonis. Hasil akhir : Peristiwa-peristiwa tragis dan menimbulkan dampak besar bagi perimbangan kekuatan antar kubu.
Resolusi : Isinya hadirnya tokoh penyelamat, bisa muncul dari kubu protagonis atau tokoh baru yang berfungsi sebagai penyatu kekuatan kekuatan konflik, sehingga situasi yang kosmotik dapat tercipta kembali. Pada tahap ini, pesan moral disampaikan, yang biasanya berupa solusi moral yang berkaitan dengan tema atau konflik yang sudah diusung.
4. Bentuk Lakon :
a. Tragedi : Salah satu bentuk lakon dalam mana tokoh tragis yang oftimistis hancur dalam perjuangan karena mempunyai cacat tragis.
b. Komedi : Salah satu bentuk lakon dalam mana terdapat banyak hal atau peristiwa tentag tokoh-tokoh tertentu yang menimbulkan kelucuan, kegelian dan atau kemuakan moral
c. Tragedikomedi : Salah satu bentuk lakon dengan tokoh utama atau tokoh-tokoh yang lainnya, diperistiwakan, disuasanakan, dikarakterisasikan pengarang secara lucu dan komis, tapi sekaligus kadang atau seringkali mengerikan, menyeramkan atau menimbulkan rasa iba prihatin atau simpati
d. Melodrama : salah satu bentuk lakon dalam mana tokoh protagonis secara total, baik, antagonis secara total, jahat, sementara aksi-aksi dramatis dan pengkarakterisasian dibuat untuk menghasilkan efek yang gagal atau hebat
5. Aliran :
a. Konvensional
b. Non Konvensional
10.
Unsur-unsur pertunjukan drama
A. Pementasan Drama
Pementasan drama merupakan kesenian yang sangat kompleks. Sebab, seni drama
bukan hanya saja melibatkan banyak seniman, melaikan juga mengandung banyak
unsur. Unsur-unsur itu saling mendukung dan merupakan bagian yang tidak dapat
dipisahkan dari keutuhan pementasan drama. Karena itu, semua unsur pementasan
drama harus ada dan harus digarap dengan baik. Jika salah satu unsur tidak ada
bisa, mengakibatkan pementasan drama tidak akan pernah terwujud.
Apa unsur-unsur pementasan drama itu? Sedikitnya ada sembilan unsur drama,
yaitu naskah, pemain, sutradara, tata rias, tata busana, tata panggung, tata
lampu, dan penonton.
B. Naskah Drama
Naskah drama adalah karangan yang berisi cerita atau lakon. Dalam naskah
tersebut termuat nama-nama tokoh dalam cerita, dialog yang diucapkan para
tokoh, dan keadaan panggung yang diperlukan.
Bentuk naskah drama dan susunannya berbeda dengan naskah cerita pendek atau
novel. Naskah cerita pendek atau novel berisi cerita lengkap dan langsung
tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi. Sebaliknya naskah drama tidak mengisahkan
cerita langsung. Penuturan ceritanya diganti dengan dialog para tokoh. Jadi
naskah drama itu mengutamakan ucapan-ucapan atau pembicaran para tokoh.
Permainan drama dibagi dalam babak demi babak. Setiap babak mengisahkan
perstiwa tertentu. Peristiwa itu terjadi di tempat tertentu, dalam waktu
tertentu, dan suasana tertentu pula. Dengan pembagian seperti itu, penonton
memperoleh gambaran yang jelas bahwa setiap peristiwa berlangsung di tempat,
waktu, dan suasana yang berbeda.
Untuk memudahkan para pemain drama, naskah drama ditulis
selengkap-lengkapnya, bukan saja berisi percakapan, melaikan juga disertai
keterangan atau petunjuk. Petunjuk itu, misalnya gerakan-gerakan yang dilakukan
pemain, tempat terjadinya peristiwa, benda-benda peralatan yang diperlukan
setiap babak, dan keadaan panggung setiap babak.
C. Pemain
Pemain adalah orang yang memeragakan cerita. Berapa banyak pemain yang
dibutuhkan dalam drama, tergantung dari banyaknya tokoh yang terdapat dalam
naskah drama yang akan dipentaskan. Sebab, setiap tokoh akan diperankan oleh
seorang pemain.
Agar berhasil memerankan tokoh-tokoh tadi, maka pemain harus dipilih secara
tepat. Jika dalam drama itu pemainnya campuran, untuk menentukan pemain tentu
lebih mudahdaripada tidak campuran. Yang dimaksud pemain campuran adalah para
pemain terdiri dari anak-anak, remaja, dan orang tua. Juga pemain laki-laki dan
perempuan.
Dalam upaya memilih pemain drama yang tepat, cara berikut ini dapat
diterapkan.
1.
Naskah yang sudah dipilih harus dibaca berulang-ulang
agar semuanya dapat memahaminya. Dari dialog para tokoh dapat diketahui watak
tiap-tiap tokoh dalam naskah drama itu.
2.
Setelah diketahui watak tiap tokoh, kemudian memilih
pemain yang cocok dan mampu memerankan masing-masing tokoh.
3.
Selain mempertimbangkan watak, perlu juga untuk
mempertimbangkan perbandingan usia dan perkiraan perawakan (postur).
4.
Kemampuan pemain menjadi pertimbangan penting pula.
Sebaiknya dalam memilih pemain haruslah yang mempunyai kepintaran. Artinya,
dalam waktu yang tidak terlalu lama bdalam berlatih, dia sudah bisa memerankan
tokoh seperti yang dikehendaki naskah.
D. Sutradara
Sutradara adalah pempinan dalam pementasan drama. Sebagai pemimpin yang
bertanggung jawab terhadap kesuksesan pementasan drama, ia harus membuat
perencanaan dan melaksanakannya. Tugas seorang sutradara sangat banyak dan
beban tanggung jawabnya cukup berat. Sutradara harus memilh naskah, menetukan
pokok-pokok penafsiran naskah, memilih pemain, melatih pemain, bekerja dengan
staf, dan mengkoordinasikan setiap bagian. Semua itu harus dilakukan dengan
cermat. Bila pementasan drama berjalan lancar, menarik, dan memuaskan penonton,
sutradara menjadi orang pertama yang berhak mendapat pujian. Dan begitupun
sebaliknya, jika pementasan crama tidak berjalan lancar yang menyebabkan
penonton kecewa, sutradara pasti yang menjadi sasaran kemarahan.
Bagi seorang sutradara, yang mula-mula dilakuakan adalah memilih naskah.
Naskah yang telah dipilih kemudian dibaca berulang-ulang, untuk memntukan
bagaimana watak tokoh-tokonya, tata rias, pengaturan panggung dan seterusnya.
Akan tetapi, sutradara tetap harus memberikan pengarahan karena semua itu
merupakan tanggung jawab sutradara. Meskipun demikian, sutradara harus mau
mendengarkan usul berbagai pihak dan memperrtimbangkannya.
Selanjutnya, sutradara memilih para pemain. Para pemain terpilih kemudian
diberi penjelasan tentang lakon drama yang akan dipentaskan, watak tokoh dan
hal-hal yang berkaitan dengan drama yang akan dipentaskan. Tugas sutradara yang
selanjutnya adalah melatih, membimbing, dan mengarahkan para pemain agar dapat
memerankan tokoh dalam cerita. Sutradara harus mampu menafsirkan watak dan
lagak tokoh cerita secara tepat kemudian memindahkan watak dan lagak itu kepada
para pemain.
Seorang sutradara tidak boleh segan atau ragu menegur, mencela, atau
menyalahkan pemain yang memang salah mengucapkan dialog atau berakting. Jika
perlu, dengan tegas menindak pemain yang tidak disiplin. Tugas sutradara
sangatlah banyak dan beban tanggung jawabnya sangat berat. Karena itu, sutradara
sebaiknya mampu :
1.
Memilih naskah yang baik
2.
Pandai menafsirkan watak para tokoh cerita
3.
Pandai memilih pemain yang tepat
4.
Sanggup melatih para pemain
5.
Bisa bekerja sama dengan para petugas
6.
Cekatan dalam mengkoordinasikan semua bagian
E. Tata Rias
Tata rias adalah cara mendandani atau memakepi para pemain. Orang yang
mengerjakan tata rias disebut penata rias. Penata rias boleh seorang pria,
boleh juga seorang wanita. Karena yang dilihat adalah keahliannya dalam bidang
tata rias. Alat-alat rias itu, berupa bedak, pemerah bibir, bubuk hitam dari
arang, pensil alis, gelung palsu, kumis palsu, dan lem.
Seorang penata rias haruslah memiliki rasa seni yang tinggi. Selain harus
memiliki rasa seni, penata rias harus terampil dan cekatan. Penata rias
harus mampu mengatur waktu sehingga setiap pemain yang akan naik panggung sudah
dirias dengan baik.
F. Tata Busana
Tata busana adalah pengaturan pakaian pemain baik bahan, model, maupun cara
mengenakannya. Tata rias sebenarnya memilki hubungan yang erat dengan tata
rias. Karena itu, tugas mengatu pakaian pemain sering dirangkap penata rias.
Artinya, penata rias sekaligus juga menjadi penata busana. Dengan kata lain,
tata rias dan tata busana merupakan dua hal yang saling berhubungan dan saling
mendukung.
Akan tetapi, sering pula terjadi tugas penat rias dipisahkan dengan tugas
mengatur pakaian. Artinya, penata rias hanya khusus merias wajah, sedangkan
penata busana yang mengatur pakaian/busana para pemain dengan pertimbangan
untuk mempermudah dan mempercepat kerja. Meskipun demikian, penata rias dan
penata busana harus bekrja sama saling memahami, saling menyesuaikan, dan
saling membantu agar hasil akhirnya memuaskan. Penata rias dan penata busana
hars mampu menafsirkan dan memantas-mantaskan rias dan pakaian yang akan
di pentaskan oleh pemain.
G. Tata Panggung
Panggung adalah tempat para aktor memeragakan lakon drama. Sebagai area
pertunjukan, biasanya panggung dibuat edikit lebih tinggi daripada lantai.
Sering pula lebih tinggi daripada tempat duduk penonton agar penonton yang
pling jauh masih dapat melihat dan menyaksikan pertunjkan drama tersebut dengan
jelas.
Tata panggung adalah keadaan panggung yang dibutuhkan untuk permainan
drama. Petugas yang menata panggung disebut penata panggung. Penata panggung
biasanya terdiri dari beberapa orang (tim) supaya dapat mengubah keadaan
panggung dengan cepat.
Panggung menggambarkan tempat, waktu, dan suasana terjadinya suatu
peristiwa. Peristiwa yang terjadi dalam suatu abak berbeda dalam tempat, waktu,
dan suasana yang berbeda dengan peristiwa dalam babak yang lain. Untuk itu,
penataan panggung harus diubah-ubah.
Penataan panggung tugasnya hanya menururi apa yang diminta naskah. Meskipun
demikian, secara kreatif ia boleh menambahkan, mengurangi, atau mengubah letak
perabotan asal perubahan itu menambah baiknya keadaan panggung. Berkaitan
dengan itu, penata panggung sebaikinya dipilih orang-orang yang mengerti
keindahan dan tahu komposisi yang baik, meletakkan barang-barang di panggung
tidak sembarangan. Sebab, mengatur panggung ada seninya. Komposisi yang tepat
akan menimbulkan keindahan dan keindahan menimbulkan rasa senang.
H. Tata Lampu
Tata lampu adalah pengaturan cahaya di panggung. Karena itu, tata lampu
erat hubungannya dengan tata panggung. Pengaturan cahaya di panggung memang
harus disesuaikan dengan keadaan panggung yang digambarkan. Di rumah orang
miskin, di rumah orang kaya, semuanya memerlukan penyesuaian. Demikian pula
dengan waktu terjadinya, apakah pagi, siang, atau malam.
Yang mengatur seluk-beluk pencahayaan di panggung adalah penata lampu.
Penata lampu biasanya menggunkn alat yang disebut spot light, yaitu
semacam kotak besar berlensa yang berisi lampu ratusan watt. Karena tata lampu
selalu berhubungan dengan listrik, sebaiknya penata lampu adalah orang yang
mengerti teknik kelistrikan. Sebab, adakalanya lampu tiba-tiba harus dimatikan
sejenak lalu dihidupkan kembali. Ada kemungkinan tiba-tiba ada gangguan
listrik. Untuk menghadapi hal seperti itu penata lampu yang tidak
memahami teknik kelistrikan tentu akan bingung, yang akibatnya pencahayaan di
panggung menjadi kacau dn pertunjukan drama menjdi gagal.
I. Tata Suara
Tata suara bukan hanya pengatura pengeras suara ( sound system ),
melainkan juga musik pengiring. Musik pengiring diperlukan agar suasana yang
digambarkan terasa lebih menyakinkan bagi para penonton.
Alat musik yang digunakan pada saat suasana sedih mungkin hanya seruling
yang ditiup mendayu-dayu menyayat hati. Demikia pula jka adegan pertengkaran,
dan suasananya pana akan lebih terasa bila iringi dengan musik yang berirama
cepat dan keras.
Iringan musik tidak dijelaskan dalam naskah. Penjelasaannya hanya secara
umum saja, misalkan diringi musik pelan, sendu, atau sedih. Urusan
pengiringa musik ini diserahkan sepenuhnya kepada penata suara atau penata
musik. Musik pengiring dimainkan dibalik layar agar tidak terlihat
penonton dan tidak mengganggu para pemain drama. Kekerasan suara juga harus
diatur untuk mencitakan permainn drama yang indah.
J. Penonton
Penonton termasuk unsur penting dalam pementasan drama. Bagaimana
sempurnanya persiapan, kalau idak ada penonton rasanya drama tidak akan
dimainkan. Jadi, segala unsur drama yang telah disebutkan sebelumnya pada
akhirnya semuanya untuk penonton. Kesuksesan sebuah drama biasanya dapat diukur
dari banyak-sedikitnya penonton.
Penonton drama terdiri dari berbagai macam latar belakang, baik pendidikan,
ekonomi, kemampuan mengapresiasi, maupun motivasi. Dilihat dari segi
motivasinya, sedikitnya ada tiga ragam penonto, yaitu penonton peminat,
penonton iseng, dan penonton penasaran.
·
Penonton Peminat
Penonton peminat adalah penonton intelektual yang mampu mengapresiasikan
seni, terutama seni drama.
·
Penonton Iseng
Penonton isenng sebenarnya penonton yang tidak punya perhatian khusus pada
drama, tetapi mungkin menyukai seni lain, terutama seni musik.
·
Penonton Penasaran
Penonton ini berhasrat menonton karena penasaran, yaitu ingin tahu aa
sebenarnya tontonan drama itu. Mungkin mereka penasaran pada lakonnya atau
mungkin pada pemainnya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa penasaran ini
menyangkut dua hal, yaitu penasaran terhadap seni dan penasaran terhadap tokoh.
Sumber:
Wiyanto Asul. 2004. Terampil Bermain Drama. Grasindo : Jakarta
11. Drama yang pernah dipentaskan di TIM
a. Perampok
karya Rendra
b. Putih
Hitam Lasem
12.Teater yang pernah dipentaskan di TIM
a. Intifadah (1992)
b. ”Pelacur
Dalam Perspektif Sosiologis”
c.
Festival Teater Anak
se-Jabodetabek 2014
d. Inggit
e. Orde
Omdo
f. Ibu
g. Sabda
Rindu
13.
Blocking
Blocking adalah kedudukan tubuh pada saat di atas pentas. Yang dimaksud dengan
blocking yang baik adalah blocking tersebut harus seimbang, utuh, bervariasi, memiliki titik pusat perhatian, dan wajar.
blocking adalah gerakan
yang tepat dan stageing dari aktor di panggung dalam rangka
memfasilitasi kinerja dari bermain , balet , Film atau opera . [1] Istilah ini
berasal dari praktek direksi teater abad ke-19 seperti Sir WS Gilbert yang bekerja di
luar pementasan adegan di panggung miniatur menggunakan blok untuk mewakili
masing-masing pelaku (praktek Gilbert digambarkan dalam Mike Leigh 's 1999 film yang Topsy-Turvy [2] ).
Komentar