Bahasa Indonesia


Tugas Bahasa Indonesia
Oleh : Niki Anane Setyadani
2700009



     1.           Kramagung
Kramagung adalah petunjuk, perilaku, tindakan, atau perbuatan yang harus dilakukan oleh tokoh. Dalam naskah drama, kramagung biasanya ditulis dengan cetak miring dan berada di dalam kurung. http://www.plengdut.com/2013/04/memerankan-tokoh-drama.html
2.          Dramaturgi
Dramaturgi adalah teori yang mengemukakan bahwa teater dan drama mempunyai makna yang sama dengan interaksi sosial dalam kehidupan manusia. [1] Dramaturgi dicetuskan oleh Erving Goffman pada tahun 1959 yang termuat dalam karyanya berjudul "Presentation of Self in Everyday Life". [2] Dramaturgi merupakan pendalaman dari konsep interaksi sosial, yang menandai ide-ide individu yang kemudian memicu
perubahan sosial masyarakat menuju era kontemporer.[1] Teori dramaturgi muncul sebagai reaksi atas konflik sosial dan rasial dalam masyarakat.[3] Dramaturgi berada di antara interaksi sosial dan fenomenologi.[3]
3.          Beda Teater dan Drama
Teater dan drama mempunyai arti yang sarupa tapi ungkapkannya berbeda. Teater adalah proses pemilihan teks atau naskah, penafiran, penggarapan, penyajian atau pementasan dan proses pemahaman atau penikmatan dari public atau audience (pembaca, pendengar, penonton, pengamat, kritikus atau peneliti) dan secara harfiah mempunyai arti tempat pertunjukan, maka kata teater selalu mengandung arti pertunjukan. Sedangkan drama merupakan salah satu bentuk karya sastra yang mempunyai arti berbuat, berlaku atau beracting, sehingga drama cenderung memiliki pengertian ke seni sastra. Dan dalam drama, penulis ingin menyampaikan pesan melalui akting dan dialog. Biasanya drama menampilkan sesuatu hal yang biasa terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari. Sehingga para penonton diajak untuk seolah-olah ikut menyaksikan dan merasakan kehidupan dan kejadian dalam masyarakat. https://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20120424183806AAZb3BL
4.         Perbedaan Opera dan Operet
Opera
Opera adalah drama yang mengandung musik dan nyanyian
Operet / Operette
Operet adalah opera yang ceritanya lebih pendek.

Opera= 1. sebuah drama yang mengatur musik; terdiri dari bernyanyi dengan       iringan orkestra dan orkestra overture dan selingan .
                          2. sebuah bangunan di mana drama musikal yang dilakukan sumber:
           3. Sebuah drama, tragis atau komik, di mana musik membentuk bagian penting; sebuah drama yang seluruhnya atau        sebagian besar dinyanyikan, terdiri dari recitative, arials, chorus, duet, Trio, dll, dengan iringan orkestra, Prelude dan selingan, bersama dengan kostum yang sesuai, pemandangan, dan tindakan; drama lirik.
  Operet adalah opera ringan (nyanyian dan dialog disuguhkan secara bergantian) dng unsur roman dan satir

5.         Profil Nano Riantiano
Norbertus Riantiarno (lahir di Cirebon, Jawa Barat, 6 Juni 1949; umur 65 tahun), atau biasa dipanggil Nano, adalah seorang aktor, penulis, sutradara, wartawan dan tokoh teater Indonesia, pendiri Teater Koma (1977). Dia adalah suami dari aktris Ratna Riantiarno.Nano telah berteater sejak 1965, di kota kelahirannya, Cirebon. Setamatnya dari SMA pada 1967, ia melanjutkan kuliah di Akademi Teater Nasional Indonesia, ATNI, Jakarta, kemudian pada 1971 masuk ke Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara di Jakarta. Ia bergabung dengan Teguh Karya, salah seorang dramawan terkemuka Indonesia dan ikut mendirikan Teater populer pada 1968. Pada 1 Maret 1977 ia mendirikan Teater Koma, salah satu kelompok teater yang paling produktif di Indonesia saat ini. [1] Hingga 2006, kelompok ini telah menggelar sekitar 111 produksi panggung dan televisi.
Film layar lebar perdana karyanya, CEMENG 2005 (The Last Primadona), 1995, diproduksi oleh Dewan Film Nasional Indonesia.[1]
Nano sendiri menulis sebagian besar karya panggungnya, antara lain:
·                  ''Rumah Kertas''
·                  J.J Atawa Jian Juhro
·                  ''Maaf. Maaf. Maaf''
·                  ''Kontes'' 1980
·                  Trilogi ''Opera Kecoa'' (''Bom Waktu'', ''Opera Kecoa''
·                  Opera Julini)
·                  Konglomerat Burisrawa
·                  Pialang Segitiga Emas
·                  Suksesi
·                  Opera Primadona

·                  Sampek Engtay
·                  Banci Gugat
·                  Opera Ular Putih
·                  RSJ atau Rumah Sakit Jiwa
·                  Cinta Yang Serakah
·                  Semar Gugat
·                  Opera Sembelit
·                  Presiden Burung-Burung
·                  Republik Bagong
·                  Tanda Cinta
Selain drama-drama di atas, Teater Koma di bawah pimpinan Nano juga pernah memanggungkan karya-karya penulis kelas dunia, antara lain;
·                  Woyzeck karya Georg Buchner
·                  The Threepenny Opera karya Bertolt Brecht
·                  The Good Person of Shechzwan karya Bertolt Brecht
·                  The Comedy of Errors karya William Shakespeare
·                  Romeo Juliet karya William Shakespeare
·                  Women in Parliament karya Aristophanes
·                  Animal Farm karya George Orwell
·                  The Crucible karya Arthur Miller
·                  Orang Kaya Baru dan Tartuffe atau Republik Togog karya Moliere
·                  The Marriage of Figaro karya Beaumarchaise
Kepenulisan
Nano banyak menulis skenario film dan televisi. Karya skenarionya, ''Jakarta Jakarta'', meraih Piala Citra pada Festival Film Indonesia di Ujung Pandang, 1978. Karya sinetronnya, ''Karina'' meraih Piala Vidia pada Festival Film Indonesia di Jakarta, 1987. [1]
Menulis novel ''Cermin Merah'', ''Cermin Bening'' dan ''Cermin Cinta'', diterbitkan oleh Grasindo, 2004, 2005 dan 2006. ''Ranjang Bayi'' dan 18 Fiksi, kumpulan cerita pendek, diterbitkan Kompas, 2005. Roman ''Primadona'', diterbitkan Gramedia 2006.
Nano ikut mendirikan majalah Zaman, 1979, dan bekerja sebagai redaktur (1979-1985). Ia ikut pula mendirikan majalah Matra, 1986, dan bekerja sebagai Pemimpin Redaksi. [2] Pada tahun 2001, pensiun sebagai wartawan. Kini berkiprah hanya sebagai seniman dan pekerja teater, serta pengajar di program pasca-sarjana pada Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) di Surakarta.
Aktivitas di tingkat nasional dan internasional
Pada tahun 1975, ia berkeliling Indonesia mengamati teater rakyat dan kesenian tradisi. Juga berkeliling Jepang atas undangan Japan Foundation pada 1987 dan 1997. Pada 1978, Nano mengikuti International Writing Program di Universitas Iowa, Iowa City, AS, selama 6 bulan. Pada 1987 ia diundang sebagai peserta pada International Word Festival, 1987 di Autralia National University, Canberra, Australia. Pada tahun berikutnya ia diundang ke New Order Seminar, 1988, di tempat yang sama di Australia. Dan pada tahun 1996, menjadi partisipan aktif pada Session 340, Salzburg Seminar di Austria.[1]
Membacakan makalah Teater Modern Indonesia di Universitas Cornell, Ithaca, AS, 1990. Berbicara mengenai Teater Modern Indonesia di kampus-kampus universitas di Sydney, Monash-Melbourne, Adelaide, dan Perth, 1992. Pernah pula mengunjungi negara-negara Skandinavia, Inggris, Prancis, Belanda, Italia, Afrika Utara, Turki, Yunani, Spanyol, Jerman dan Tiongkok, 1986-1999.
Pernah menjabat sebagai Ketua Komite Teater Dewan Kesenian Jakarta (1985-1990). [3] Anggota Komite Artistik Seni Pentas untuk Kias (Kesenian Indonesia di Amerika Serikat), 1991-1992. Dan anggota Board of Artistic Art Summit Indonesia, 2004. Juga konseptor dari Jakarta Performing Art Market/Pastojak (Pasar Tontonan Jakarta I), 1997, yang diselenggarakan selama satu bulan penuh di Pusat Kesenian Jakarta, Taman Ismail Marzuki.
Menulis dan menyutradarai 4 pentas multi media kolosal, yaitu: ''Rama-Shinta'' 1994, ''Opera Mahabharata'' 1996, ''Opera Anoman'' 1998 dan ''Bende Ancol'' 1999.
Larangan pentas
Nano pernah menghadapi interogasi, pencekalan dan pelarangan, kecurigaan serta ancaman bom, ketika ia akan mementaskan pertunjukannya, tapi semua itu dihadapi sebagai sebuah dinamika perjalanan hidup. Beberapa karyanya bersama Teater Koma, batal pentas karena masalah perizinan dengan pihak yang berwajib. Antara lain: Maaf.Maaf.Maaf. (1978), Sampek Engtay (1989) di Medan, Sumatera Utara, Suksesi, dan Opera Kecoa (1990), keduanya di Jakarta. [4]
Akibat pelarangan itu, rencana pementasan Opera Kecoa di empat kota di Jepang (Tokyo, Osaka, Fukuoka, Hiroshima), 1991, urung digelar pula karena alasan yang serupa. Tapi Opera Kecoa, pada Juli-Agustus 1992, dipanggungkan oleh Belvoir Theatre, salah satu grup teater garda depan di Sydney, Australia.
Penghargaan
Meraih lima hadiah sayembara Penulisan Naskah Drama Dewan Kesenian Jakarta (1972-1973-1974-1975 dan 1998). [3] Juga merebut hadiah Sayembara Naskah Drama Anak-anak dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1978, judul Jujur Itu ...
Novelnya, Ranjang Bayi meraih hadiah Sayembara Novelet majalah ''Femina'', dan novel Percintaan Senja, memenangkan Sayembara Novel Majalah ''Kartini''. [5] Pada 1993, dianugerahi Hadiah Seni, Piagam Kesenian dan Kebudayaan dari Departemen P&K, atas nama Pemerintah Republik Indonesia.
Pada 1999 meraih penghargaan dari Forum Film Bandung untuk serial film televisi berjudul ''Kupu-kupu Ungu'' sebagai Penulis Skenario Terpuji 1999. Forum yang sama mematok film televisi karyanya (berkisah tentang pembauran), ''Cinta Terhalang Tembok'', sebagai Film Miniseri Televisi Terbaik, 2002.
Pada 1993, dianugerahi Hadiah Seni, Piagam Kesenian dan Kebudayaan dari Departemen P&K, atas nama Pemerintah Republik Indonesia. Pada 1998, menerima Penghargaan Sastra 1998 dari Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia. Dan sekaligus meraih Sea Write Award 1998 dari Raja Thailand, di Bangkok, untuk karyanya ''Semar Gugat''. [3] Sejak 1997, menjabat Wakil Presiden PEN Indonesia.
Pada 1999, menerima Piagam Penghargaan dari Menteri Pariwisata Seni & Budaya, sebagai Seniman dan Budayawan Berprestasi.
Karya pentasnya Sampek Engtay, 2004, masuk MURI (Museum Rekor Indonesia) sebagai karya pentas yang telah digelar selama 80 kali selama 16 tahun dan dengan 8 pemain serta 4 pemusik yang sama.
Kerja seni di luar negeri
Menyutradarai Sampek Engtay di Singapura, 2001, dengan pekerja dan para pemain dari Singapura. Salah satu pendiri Asia Art Net, AAN, 1998, sebuah organisasi seni pertunjukan yang beranggotakan sutradara-sutradara Asia. Menjabat sebagai artistic founder dan evaluator dari Lembaga Pendidikan Seni Pertunjukan PPAS, Practice Performing Arts School di Singapura.
Karya-karyanya
·                  Trilogi Opera Kecoa: Bom Waktu, Opera Julini, (drama) - Maha Tari, Yogyakarta
·                  Percintaan Senjat, novel. - Majalah Kartini
·                  Cermin Merah, novel - Grasindo (2004)
·                  Opera Primadona, drama - Pustaka Kartini
·                  Semar Gugat, drama - Pustaka Bentang
·                  Cinta Yang Serakah, drama - Pustaka Bentang
·                  Opera Ikan Asin, drama - Pustaka Jaya
·                  Teguh Karya dan Teater Populer - Sinar Harapan
·                  Menyentuh Teater: Tanya Jawab Seputar Teater Kita, panduan teater bagi para pekerja seni pertunjukan - Sampurna (2003)
·                  Konglomerat Burisrawa, drama - Teater Koma
·                  Sampek Engtay, drama - Pustaka Jaya
·                  Suksesi, drama - Teater Koma
·                  Republik Bagong, drama - Galang Press
·                  Time Bomb and Cockroach Opera, drama, diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris - Lontar
·                  Opera Sembelit, drama - Balai Pustaka
·                  Cermin Bening, novel – Grasindo (2005)
·                  Maaf. Maaf. Maaf. Politik Cinta Dasamuka, drama - Gramedia (2005)
·                  Fiksi di Ranjang Bayi, kumpulan cerpen dan novelet - Kompas (2005)
·                  Primadona, roman - Gramedia (2005)
·                  Cermin Cinta, novel - Grasindo (2006)
6.         Profil Teguh Karya
Sutradara filmTeguh Karya yang bernama asli Steve Liem Tjoan Hok adalah sutradara legendaris Indonesia. Pria kelahiran Pandeglang, Jawa Barat, 22 September 1937 ini tiga kali menjadi Nominasi Sutradara terbaik di Festival Film Indonesia dan enam kali menjadi Sutradara Terbaik dalam FFI.

Anak pertama dari lima saudara ini yang akrab dipanggil Om Steve ini berhasil melahirkan banyak aktor dan aktris terkemuka Indonesia seperti Slamet Rahardjo Djarot, Nano Riantiarno, Christine Hakim, Franky Rorimpandey, Alex Komang, Dewi Yul, Rae Sahetapi, Rina Hasyim, Tuti Indra Malaon (Alm), George Kamarullah, Henky Solaiman, Benny Benhardi, Ninik L. Karim, dan Ayu Azhari.

Teguh menyelesaikan pendidikan seni di berbagai perguruan tinggi, antara lain di Akademi Seni Drama dan Film (Asdrafi) Yogyakarta (tahun 1954-1955), Akademi Teater Nasional Indonesia (ATNI, 1957-1961), kemudian ke East West Center Honolulu, Hawai (1962-1963) untuk belajar akting atau art directing.

Teguh Karya memulai karir di bidang seni sebagai pemain drama (1957-1961) masih menggunakan nama lahirnya dan sering tampil di panggung dalam pementasan-pementasan yang diadakan oleh ATNI (Akademi Teater Nasional Indonesia). Usmar Ismail, Asrul Sani, dan D. Djajakusuma adalah sutradara legendaris yang banyak mempengaruhi proses berkeseniannya. Teguh turut aktif membidani kelahiran Badan Pembina Teater Nasional Indonesia, di tahun 1962.

Sejak tahun 1968, Teguh yang masih menggunakan nama Steve Liem mendirikan Teater Populer, yang hingga akhir hayat adalah kebanggaan sekaligus ‘kendaraan’ seni yang tetap difungsikan dan berhasil membentuk serta melahirkan banyak aktor serta aktris kenamaan.

Teguh merintis karir di dunia film sejak melakukan tugas praktik penulisan skenario film-film semi dokumenter, pada Perusahaan Film Negara (kini PPFN). Film pertamanya adalah film anak-anak, sedangkan film untuk konsumsi dewasa mulai dihasilkan sejak tahun 1971.

Sejumlah judul film karya Teguh yang berhasil mengangkat nama sutradara dan pemain bintangnya, di antaranya, WAJAH SEORANG LAKI-LAKI (1971), CINTA PERTAMA (1973), RANJANG PENGANTIN (1974), KAWIN LARI (1975), PERKAWINAN SEMUSIM (1977), BADAI PASTI BERLALU (1977), NOVEMBER 1828 (1979), DI BALIK KELAMBU (1982), SECANGKIR KOPI PAHIT (1983), DOEA TANDA MATA (1984), IBUNDA (1986), dan PACAR KETINGGALAN KERETA (1986).

Saat kehadiran televisi mulai menggeser posisi film di tahun 1990-an, Teguh pun berbalik haluan ke sinetron, antara lain PULANG (1987), ARAK-ARAKAN (1992), serta PAKAIAN DAN KEPALSUAN (1994). Walaupun beralih ke sinetron, namun karya-karya tetap dikenal sebagai karya yang bermutu dan sarat makna. Hingga akhir hidupnya, dia tetap menghasilkan karya yang berkarakter kuat.

Teguh yang memilih hidup melajang, meninggal tanggal 11 Desember 2001 di usia 64 tahun di RSAL Mintohardjo, Jakarta Pusat. Hari-hari terakhirnya dihabiskan di atas kursi roda setelah terserang stroke sejak tahun 1998. Namun demikian, karya-karya sutradara yang telah melahirkan banyak aktor terkenal seperti Slamet Rahardjo, Christine Hakim dan Alex Komang tersebut tetap dikenang dan tidak akan mati.
PENDIDIKAN
·                  Akademi Seni Drama dan Film (Asdrafi) Yogyakarta (tahun 1954-1955)
·                  Akademi Teater Nasional Indonesia (ATNI, 1957-1961)
·                  East West Center Honolulu, Hawai (1962-1963) untuk belajar akting atau art directing.
KARIR
·                  Sutradara
PENGHARGAAN
·                  Sutradara Terbaik FFI
Sutradara dan penulis skenario Teguh Karya lahir di Pandeglang Jawa Barat, 22 September 1933. Pendidikan ASDRAFI Yogyakarta (1954-1955), ATNI (1957-1961), dan East West Centre University of Hawaii (1963) Sebelumnya dikenal sebagai pemain sandiwara di akhir 1950-an waktu masih menggunakan nama Steve Lim Tjoan Hok dalam pementasan-pemantasan yang diadakan oleh ATNI. Walaupun juga sudah mendapat pendidikan dan sekaligus praktek pembuatan film pada Perusahaan Film Negara (PFN) namun Teguh masih belum berkecimpung di film. Teguh masih tetap “setia” dengan dunia seni pertunjukan atau teaternya, terlebih setelah pada 1965 membentuk Teater Populer. Baru pada 1971 dia benar-benar aktif di film dengan membuat Wajah Seorang Laki-laki. Film yang cerita dan skenarionya ditulis Teguh sendiri itu, walaupun kurang mendapat sambutan penonton namun para kritikus dan sejumlah media menilai dan menyambut sebagai sesuatu yang positif. Keberadaan film Teguh ini bahkan dikatakan sebagai film unikum yang patut dipuji.Selesai itu, Teguh terus membuat film, namun sesekali tetap memproduksi dan menyutradarai pertunjukan teater bersama Teater Populer-nya. Film-film yang lahir dari tangannya senantiasa meraih penghargaan dari berbagai festival baik dalam maupun luar negeri. Walaupun film telah dikenal Teguh Karya saat masih kuliah di ATNI (Akademi Teater Nasional Indonesia) pada 1950-an akhir, dan bahkan sempat mengikuti program workshop produksi film yang diselenggaraklan oleh PFN (Perusahaan Film Negara) pada awal 1960-an, namun Teguh Karya masih tetap setiap dengan kegiatan teaternya.
Teater dengan nama Teater Populer yang didirikan dan dipimpinnya itu tak terhitung berapa kali sudah tampil mementaskan naskah-naskah dari pengarang besar seperti Alice Gerstenberg, Norman Barash, Nikolai Gogol dan lain-lain. Setiap kali tampil pada masa itu, sambutan penonton luar biasa. Garapan teater Teguh sangat komunikatif. Kekuatan bukan saja ada pada kempuan akting aktor-aktris panggung yang terlibat tetapi juga penyutradaraan, penataan set panggung, manajemen pertunjukan, dan lain-lain. Maka, pada masa itu, setiap kali Teater Populer tampil di berbagai tempat seperti antara lain Taman Ismail Marzuki, Gedung Kesenian Jakarta dan lain-lain, orang-orang sudah siap menanti. Teguh bukan saja sebagai sutradara, tetapi dia memposisikan diri sebagai orang yang paling bertanggungjawab atas semuanya, tentu dengan pendekatan pembinaan sesuai yang dimiliki. Dan pendekatan itu selalu memberikan kekaguman serta kebanggaan bagi murid-muridnya.  

Simaklah apa kata Slamet Rahardjo, salah seorang muridnya yang tumbuh dan dibesarkan lewat Teater Populer: “Teguh Karya adalah ‘suhu’. Dia menjadi semacam sentrum magnit yang gelombang getarannya sanggup membuat para anggota kelompok terus-menerus merasa ‘demam berkesenian’. Terus-menerus merasa harus menggali agar kekurangan bisa dilengkapi. Terus menerus ‘hanya’ memikirkan teater dan seni. Dia adalah guru, sahabat, dan sekaligus juga bapak. Pada Teguh, para anak didiknya tidak hanya belajar teater dan kesenian saja, tetapi sekaligus juga belajar tentang kehidupan agar bisa tetap berdiri meski kesulitan datang bertubi-tubi.”

Bahkan Asrul Sani saat melihat kegiatan dan hasil karya teater Teguh Karya, memberikan pendapat: “Semenjak semula bagi Teguh Karya, teater adalah sesuatu yang serius”. Berteater hingga bertahun-tahun bersama anak didiknya, tak pernah membuat Teguh merasa lelah. Bahkan kerasnya “pertarungan” Teguh ini sempat mendapat sorotan dari media massa.
Media massa mengangap, Teguh Karya terlalu keras pada pendiriannya untuk setia pada teater, sementara itu “bekerja” sebagai orang teater masih belum memungkinkan untuk memberikan penghidupan yang layak. Menanggapi hal ini, saat itu, Teguh Karya menjawab: “Semuanya harus dicari, dibentuk, dan dipelihara. Semuanya membutuhkan kerja keras. Tetapi jangan juga salah, semakin kita dekat dan bisa membuka pintu teater maka sesungguhnya semakin susah. Karena itulah kita terpanggil untuk tetap berada di dalamnya.”
Keakraban Teguh Karya bersama kelompoknya pada teater, menjadikannya begitu kental dengan dunia kesenian. Hingga sampai pada suatu masa, ketika Teguh menganggap bahwa teater memiliki keterbatasan dalam mengekspresikan idenya, maka lalu dipilihlah film sebagai media baru. Tahun 1971 adalah awal persentuhan Teguh Karya dengan dunia film. Pada tahun tersebut, dari tangannya lahir film Wajah Seorang Laki-laki yang pemainnya adalah rata-rata mereka yang biasa bermain pada teaternya sebelum-sebelumnya seperti Slamet Rahardjo, Tuti Indra Malaon, dan lain-lain.

Secara bisnis film pertama Teguh ini gagal. Secara artistik pun kurang mendapat tempat di Festival Film Indonesia (FFI) 1972. Namun, apa yang menjadi kelebihan dalam film ini banyak dibicarakan oleh para kritikus dan media masa. Bahkan juga dianggap memiliki kecenderungan gaya yang berbeda dibandingkan dengan karya-karya sutradara lainnya pada masa itu. Teguh dianggap berpotensi untuk melahirkan film-film berkualitas setelah film pertamanya itu.

Tahun-tahun berikutnya, benar saja, Teguh tampil memberi warna baru dalam sejarah perfilman nasional. Pengaruh latar belakang sebagai orang teater yang sangat dekat dengan kesenian, apalagi sebelumnya sangat dikenal dengan detailnya baik terkait dengan penanganan akting para pemain, setting atau property, komposisi, dramatic, irama dan lain sebagainya, sangat terasa. Hal-hal inilah yang menjadikan karya-karya film Teguh bukan saja sekedar beda dengan kecenderungan karya-karya film sutradara lain tetapi juga memiliki makna dan nilai yang sangat berarti bagi masyarakat penontonnya.

Hampir semua film-film Teguh Karya, akhirnya, setelah Wajah Seorang Laki-laki (1971) sampai dengan karyanya yang terakhir Pacar Ketinggalan Kereta (1989) sukses meraih penghargaan di berbagai festival baik dalam mapun luar negeri.
 Sumber : Sinematek Indonesia

7.    Profil teater koma
Teater Koma (didirikan di Jakarta, 1 Maret 1977) oleh 12 pekerja teater; N. Riantiarno, Ratna Madjid, Rima Melati, Rudjito, Jajang Pamontjak, Titi Qadarsih, Syaeful Anwar, Cini Goenarwan, Jimi B. Ardi, Otong Lenon, Zaenal Bungsu dan Agung Dauhanadalah[1] sebagai salah satu kelompok teater Indonesia yang memiliki reputasi cukup bagus, dengan tokoh sentral N Riantiarno. Hingga 2007, Teater Koma sudah menggelar 111 pementasan, baik di televisi maupun di panggung. Sering juga melakukan kiprah kreativitasnya di Pusat Kesenian Jakarta, Taman Ismail Marzuki, TVRI dan Gedung Kesenian Jakarta. Perkumpulan kesenian yang bersifat non-profit, ini mengawali kegiatan dengan 12 seniman (kemudian disebut sebagai Angkatan Pendiri). Kini, kelompok ini didukung oleh sekitar 30 anggota aktif dan 50 anggota yang langsung bergabung jika waktu dan kesempatannya memungkinkan.
Repertoar
Teater Koma banyak mementaskan karya-karya N. Riantiarno antara lain;
·                  Rumah Kertas
·                  Maaf.Maaf.Maaf
·                  J.J, Kontes 1980
·                  Trilogi Opera Kecoa (Bom Waktu, Opera Kecoa, Opera Julini)
·                  Opera Primadona
·                  Sampek Engtay
·                  Banci Gugat
·                  Konglomerat Burisrawa
·                  Pialang Segi Tiga Emas
·                  Suksesi
·                  RSJ atau Rumah Sakit Jiwa
·                  Semar Gugat
·                  Opera Ular Putih
·                  Opera Sembelit
·                  Samson Delila
·                  Presiden Burung-Burung
·                  Republik Bagong
Juga menggelar karya para dramawan kelas dunia;
·                  The Comedy of Error dan Romeo Juliet (William Shakespeare)
·                  Woyzeck (Georg Buchner)
·                  The Three Penny Opera dan The Good Person of Shechzwan (Bertolt Brecht)
·                  Orang Kaya Baru-Kena Tipu-Doea Dara-Si Bakil-Tartuffe (Moliere)
·                  Women in Parliament (Aristophanes)
·                  The Crucible (Arthur Miller)
·                  The Marriage of Figaro (Beaumarchaise)
·                  Animal Farm (George Orwell)
·                  Ubu Roi (Alfred Jarre)
·                  The Robber (Freidrich Schiller)
Kiprah Teater Koma
Teater Koma merupakan kelompok teater independen dan bekerja lewat berbagai pentas yang mengkritik situasi-kondisi sosial-politik di tanah air. Dan sebagai akibat, harus menghadapi pelarangan pentas serta pencekalan dari pihak yang berwewenang. Berbagai upaya juga dilakukan lewat ‘program apresiasi’ (PASTOJAK, Pasar Tontonan Jakarta, yang digelar selama sebulan penuh di PKJ-TIM, Agustus 1997, diikuti oleh 24 kelompok kesenian dari dalam dan luar negeri). Kelompok senantiasa berupaya bersikap optimistis. Berharap teater berkembang dengan sehat, bebas dari interes-politik praktis dan menjadi tontonan yang dibutuhkan berbagai kalangan masyarakat.
Teater Koma yakin, teater bisa menjadi salah satu jembatan menuju suatu keseimbangan batin dan jalan bagi terciptanya kebahagiaan yang manusiawi. Jujur, bercermin lewat teater, diyakini pula sebagai salah satu cara untuk menemukan kembali akal sehat- budi-nurani. Teater Koma adalah kelompok kesenian yang konsisten dan produktif. Juga tercatat memiliki banyak penonton setia. Pentas-pentasnya sering digelar lebih dari 14 hari.
8.   Teater Populer
Teater popoler adalah salah sebuah kelompok teater Indonesia yang menonjol terutama karena prestasinya di kemudian hari di dunia film.
Kelompok teater ini diresmikan pada hari Senin, 14 Oktober 1968, di Bali Room Hotel Indonesia, Jakarta. Pagelaran perdananya adalah dua pentas pendek: "Antara Dua Perempuan" karya Alice Gestenberg dan "Kammerherre Alving (Ghost)" karya Henrik Ibsen.

Latar belakang

Kelompok yang dipimpin oleh Teguh Karya ini, semula bernama Teater Populer Hotel Indonesia. Anggota awalnya berjumlah sekitar 12 orang, berasal dari ATNI (Akademi Teater Nasional Indonesia), mahasiswa dan para teaterawan independen. Mereka mempersiapkan diri sejak awal 1968 dan berlatih di panggung Ballroom hotel. Manajemen kelompok ini memang berpayung di bawah Departemen Seni & Budaya Hotel Indonesia.
Jangkauan utama kelompok ini adalah menanamkan apreasiasi teater terhadap masyarakat dengan pendekatan bertahap. Dan gebrakan demi gebrakan telah berhasil menggaet sekitar 3000 peminat yang bersedia menjadi penonton tetap dengan membayar iuran. Produktivitas kelompok ini luar biasa. Untuk masa dua tahun, Teater Populer HI sanggup menggelar produksi panggung sekali sebulan. Di dalam proses perjalanannya, kelompok ini kemudian memisahkan diri dari manajemen Hotel Indonesia dan mengubah nama grup menjadi Teater Populer.
Karya-karya pentas yang dianggap kalangan kritikus sebagai puncak eksplorasi kelompok ini antara lain; Jayaprana karya Jef Last, Pernikahan Darah karya Federico García Lorca, Inspektur Jendral karya Nikolai Gogol, Woyzeck karya Georg Büchner, dan Perempuan Pilihan Dewa karya Bertolt Brecht, semuanya disutradarai Teguh Karya.
Kegiatan Teater Populer bukan hanya di panggung saja, tetapi juga di televisi. Pada tahun 1971, kelompok ini melahirkan sebuah karya film berjudul Wajah Seorang Laki-laki. Sejak saat itu, teater-film-televisi, merupakan begian kegiatan yang tak terpisahkan dari kelompok ini.
Banyak nama mencuat lewat kelompok ini. Selain, tentu saja, Teguh Karya, yang kemudian dianggap sebagai suhu teater dan film Indonesia saat ini, lahir pula Slamet Rahardjo Djarot, Christine Hakim, Franky Rorimpandey, George Kamarullah, Henky Solaiman, Benny Benhardi, Niniek L. Karim, Sylvia Widiantono, Dewi Matindas, Alex Komang, dll.
Sepeninggalan Teguh Karya, sanggar Teater Populer diteruskan oleh Slamet Rahardjo Djarot sebagai pimpinan sanggar dengan anggota angkatan setelah Alex Komang, seperti Nungki Kusumastuti, Arya Dega, Tri Rahardjo, Hendro Susanto.
9.         Unsur-unsur naskah drama
Unsur-unsur ini bisa kita lihat dari dua sisi, antara lain dari sisi –

A. fisik :
1. Judul
2. Prolog
3. Dialog
4. Autodirection
5. Adegan
6. Babak
7. Evilog
8. Dramatik Person

B. PSIKIS :
1. Tema ( social, politik,psikologi, moral, religious, cinta, dll )
2. Plot / alur cerita :
Ø Jenis Plot : – Linier, sirkuler, episodic, consentrik, statis, spiral
Ø Penghubung peristiwa dalam plot : rapat, longgar dan lepas
Ø Anatomi Plot :
Saspence : keteganagn yang terjadi diawal cerita yang membuat penasaran bagi pembaca atau penonton.
Gestus : Ucapan yang keluar dari seorang tokoh yang beritikad mencari solusi tentang sesuatu persoalan.
Foreshadowing : Bayang-bayang peristiwa atau dialog yang mendahului sebelum peristiwa yang sebenarnya terjadi.
Dramatik Ironi : Sindiran yang terjadi diawal cerita yang akhirnya benar-benar terjadi dikemudian.
Flasback : pengulangan kejadian masa silam yang digambarkan pada masa itu, dalam upaya mempertegas cerita dari kejadian suatu peristiwa ( menggambarkan kronlogis peristiwa secara detail )
Surprese : Peristiwa yang tidak diduga dan mengejutkan, akan tetapi masih dapat diterima karena masih dalam kerangka peristiwa.
3. Strukturdramatik :
Eksposisi : Isinya pemaparan masalah utama atau konflik utama yang berkaitan dengan posisi diametral antara protagonis dan antagonis. Hasil akhir : Antagonis berhasil menghimpun kekuatan yang lebih dominan.
Raising Action : Isinya menggambarkan pertentangan kepentingan antar tokoh. Hasil akhir : Protagonis tidak berhasil melemahkan Antagonis. Antagonis mengancam kedudukan Protagonis. Krisis diawali.
Complication : Isinya perumitan pertentangan dengan hadirnya konflik sekunder. Pertentangan meruncing dan meluas, melibatkan sekutu kedua kekuatan yang berseteru. Hasil akhir : Antagonis dan sekutunya memenangkan pertentangan. Kubu protagonis tersudut.
Klimaks : Isinya jatuhnya korban dari kubu Protagonis, juga korban dari kubu Antagonis. Hasil akhir : Peristiwa-peristiwa tragis dan menimbulkan dampak besar bagi perimbangan kekuatan antar kubu.
Resolusi : Isinya hadirnya tokoh penyelamat, bisa muncul dari kubu protagonis atau tokoh baru yang berfungsi sebagai penyatu kekuatan kekuatan konflik, sehingga situasi yang kosmotik dapat tercipta kembali. Pada tahap ini, pesan moral disampaikan, yang biasanya berupa solusi moral yang berkaitan dengan tema atau konflik yang sudah diusung.
4. Bentuk Lakon :
a. Tragedi : Salah satu bentuk lakon dalam mana tokoh tragis yang oftimistis hancur dalam perjuangan karena mempunyai cacat tragis.
b. Komedi : Salah satu bentuk lakon dalam mana terdapat banyak hal atau peristiwa tentag tokoh-tokoh tertentu yang menimbulkan kelucuan, kegelian dan atau kemuakan moral
c. Tragedikomedi : Salah satu bentuk lakon dengan tokoh utama atau tokoh-tokoh yang lainnya, diperistiwakan, disuasanakan, dikarakterisasikan pengarang secara lucu dan komis, tapi sekaligus kadang atau seringkali mengerikan, menyeramkan atau menimbulkan rasa iba prihatin atau simpati
d. Melodrama : salah satu bentuk lakon dalam mana tokoh protagonis secara total, baik, antagonis secara total, jahat, sementara aksi-aksi dramatis dan pengkarakterisasian dibuat untuk menghasilkan efek yang gagal atau hebat
5. Aliran :
a. Konvensional
b. Non Konvensional
10. Unsur-unsur pertunjukan drama
A.    Pementasan Drama

Pementasan drama merupakan kesenian yang sangat kompleks. Sebab, seni drama bukan hanya saja melibatkan banyak seniman, melaikan juga mengandung banyak unsur. Unsur-unsur itu saling mendukung dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keutuhan pementasan drama. Karena itu, semua unsur pementasan drama harus ada dan harus digarap dengan baik. Jika salah satu unsur tidak ada bisa, mengakibatkan pementasan drama tidak akan pernah terwujud.
Apa unsur-unsur pementasan drama itu? Sedikitnya ada sembilan unsur drama, yaitu naskah, pemain, sutradara, tata rias, tata busana, tata panggung, tata lampu, dan penonton.
 B.     Naskah Drama
Naskah drama adalah karangan yang berisi cerita atau lakon. Dalam naskah tersebut termuat nama-nama tokoh dalam cerita, dialog yang diucapkan para tokoh, dan keadaan panggung yang diperlukan.
Bentuk naskah drama dan susunannya berbeda dengan naskah cerita pendek atau novel. Naskah cerita pendek atau novel berisi cerita lengkap dan langsung tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi. Sebaliknya naskah drama tidak mengisahkan cerita langsung. Penuturan ceritanya diganti dengan dialog para tokoh. Jadi naskah drama itu mengutamakan ucapan-ucapan atau pembicaran para tokoh.
Permainan drama dibagi dalam babak demi babak. Setiap babak mengisahkan perstiwa tertentu. Peristiwa itu terjadi di tempat tertentu, dalam waktu tertentu, dan suasana tertentu pula. Dengan pembagian seperti itu, penonton memperoleh gambaran yang jelas bahwa setiap peristiwa berlangsung di tempat, waktu, dan suasana yang berbeda.
Untuk memudahkan para pemain drama, naskah drama ditulis selengkap-lengkapnya, bukan saja berisi percakapan, melaikan juga disertai keterangan atau petunjuk. Petunjuk itu, misalnya gerakan-gerakan yang dilakukan pemain, tempat terjadinya peristiwa, benda-benda peralatan yang diperlukan setiap babak, dan keadaan panggung setiap babak.
C.    Pemain
Pemain adalah orang yang memeragakan cerita. Berapa banyak pemain yang dibutuhkan dalam drama, tergantung dari banyaknya tokoh yang terdapat dalam naskah drama yang akan dipentaskan. Sebab, setiap tokoh akan diperankan oleh seorang pemain.
Agar berhasil memerankan tokoh-tokoh tadi, maka pemain harus dipilih secara tepat. Jika dalam drama itu pemainnya campuran, untuk menentukan pemain tentu lebih mudahdaripada tidak campuran. Yang dimaksud pemain campuran adalah para pemain terdiri dari anak-anak, remaja, dan orang tua. Juga pemain laki-laki dan perempuan.
Dalam upaya memilih pemain drama yang tepat, cara berikut ini dapat diterapkan.
1.            Naskah yang sudah dipilih harus dibaca berulang-ulang agar semuanya dapat memahaminya. Dari dialog para tokoh dapat diketahui watak tiap-tiap tokoh dalam naskah drama itu.
2.            Setelah diketahui watak tiap tokoh, kemudian memilih pemain yang cocok dan mampu memerankan masing-masing tokoh.
3.            Selain mempertimbangkan watak, perlu juga untuk mempertimbangkan perbandingan usia dan perkiraan perawakan (postur).
4.            Kemampuan pemain menjadi pertimbangan penting pula. Sebaiknya dalam memilih pemain haruslah yang mempunyai kepintaran. Artinya, dalam waktu yang tidak terlalu lama bdalam berlatih, dia sudah bisa memerankan tokoh seperti yang dikehendaki naskah.
D.    Sutradara
Sutradara adalah pempinan dalam pementasan drama. Sebagai pemimpin yang bertanggung jawab terhadap kesuksesan pementasan drama, ia harus membuat perencanaan dan melaksanakannya. Tugas seorang sutradara sangat banyak dan beban tanggung jawabnya cukup berat. Sutradara harus memilh naskah, menetukan pokok-pokok penafsiran naskah, memilih pemain, melatih pemain, bekerja dengan staf, dan mengkoordinasikan setiap bagian. Semua itu harus dilakukan dengan cermat. Bila pementasan drama berjalan lancar, menarik, dan memuaskan penonton, sutradara menjadi orang pertama yang berhak mendapat pujian. Dan begitupun sebaliknya, jika pementasan crama tidak berjalan lancar yang menyebabkan penonton kecewa, sutradara pasti yang menjadi sasaran kemarahan.
Bagi seorang sutradara, yang mula-mula dilakuakan adalah memilih naskah. Naskah yang telah dipilih kemudian dibaca berulang-ulang, untuk memntukan bagaimana watak tokoh-tokonya, tata rias, pengaturan panggung dan seterusnya. Akan tetapi, sutradara tetap harus memberikan pengarahan karena semua itu merupakan tanggung jawab sutradara. Meskipun demikian, sutradara harus mau mendengarkan usul berbagai pihak dan memperrtimbangkannya.
Selanjutnya, sutradara memilih para pemain. Para pemain terpilih kemudian diberi penjelasan tentang lakon drama yang akan dipentaskan, watak tokoh dan hal-hal yang berkaitan dengan drama yang akan dipentaskan. Tugas sutradara yang selanjutnya adalah melatih, membimbing, dan mengarahkan para pemain agar dapat memerankan tokoh dalam cerita. Sutradara harus mampu menafsirkan watak dan lagak tokoh cerita secara tepat kemudian memindahkan watak dan lagak itu kepada para pemain.
Seorang sutradara tidak boleh segan atau ragu menegur, mencela, atau menyalahkan pemain yang memang salah mengucapkan dialog atau berakting. Jika perlu, dengan tegas menindak pemain yang tidak disiplin. Tugas sutradara sangatlah banyak dan beban tanggung jawabnya sangat berat. Karena itu, sutradara sebaiknya mampu :
1.            Memilih naskah yang baik
2.            Pandai menafsirkan watak para tokoh cerita
3.            Pandai memilih pemain yang tepat
4.            Sanggup melatih para pemain
5.            Bisa bekerja sama dengan para petugas
6.            Cekatan dalam mengkoordinasikan semua bagian
E.     Tata Rias
Tata rias adalah cara mendandani atau memakepi para pemain. Orang yang mengerjakan tata rias disebut penata rias. Penata rias boleh seorang pria, boleh juga seorang wanita. Karena yang dilihat adalah keahliannya dalam bidang tata rias. Alat-alat rias itu, berupa bedak, pemerah bibir, bubuk hitam dari arang, pensil alis, gelung palsu, kumis palsu, dan lem.
Seorang penata rias haruslah memiliki rasa seni yang tinggi. Selain harus memiliki rasa seni, penata rias harus terampil dan cekatan.  Penata rias harus mampu mengatur waktu sehingga setiap pemain yang akan naik panggung sudah dirias dengan baik.
F.     Tata Busana
Tata busana adalah pengaturan pakaian pemain baik bahan, model, maupun cara mengenakannya. Tata rias sebenarnya memilki hubungan yang erat dengan tata rias. Karena itu, tugas mengatu pakaian pemain sering dirangkap penata rias. Artinya, penata rias sekaligus juga menjadi penata busana. Dengan kata lain, tata rias dan tata busana merupakan dua hal yang saling berhubungan dan saling mendukung.
Akan tetapi, sering pula terjadi tugas penat rias dipisahkan dengan tugas mengatur pakaian. Artinya, penata rias hanya khusus merias wajah, sedangkan penata busana yang mengatur pakaian/busana para pemain dengan pertimbangan untuk mempermudah dan mempercepat kerja. Meskipun demikian, penata rias dan penata busana harus bekrja sama saling memahami, saling menyesuaikan, dan saling membantu agar hasil akhirnya memuaskan. Penata rias dan penata busana hars mampu menafsirkan dan memantas-mantaskan rias dan pakaian  yang akan di pentaskan oleh pemain.
G.    Tata Panggung
Panggung adalah tempat para aktor memeragakan lakon drama. Sebagai area pertunjukan, biasanya panggung dibuat edikit lebih tinggi daripada lantai. Sering pula lebih tinggi daripada tempat duduk penonton agar penonton yang pling jauh masih dapat melihat dan menyaksikan pertunjkan drama tersebut dengan jelas.
Tata panggung adalah keadaan panggung yang dibutuhkan untuk permainan drama. Petugas yang menata panggung disebut penata panggung. Penata panggung biasanya terdiri dari beberapa orang (tim) supaya dapat mengubah keadaan panggung dengan cepat.
Panggung menggambarkan tempat, waktu, dan suasana terjadinya suatu  peristiwa. Peristiwa yang terjadi dalam suatu abak berbeda dalam tempat, waktu, dan suasana yang berbeda dengan peristiwa dalam babak yang lain. Untuk itu, penataan panggung harus diubah-ubah.
Penataan panggung tugasnya hanya menururi apa yang diminta naskah. Meskipun demikian, secara kreatif ia boleh menambahkan, mengurangi, atau mengubah letak perabotan asal perubahan itu menambah baiknya keadaan panggung. Berkaitan dengan itu, penata panggung sebaikinya dipilih orang-orang yang mengerti keindahan dan tahu komposisi yang baik, meletakkan barang-barang di panggung tidak sembarangan. Sebab, mengatur panggung ada seninya. Komposisi yang tepat akan menimbulkan keindahan dan keindahan menimbulkan rasa senang.
H.    Tata Lampu
Tata lampu adalah pengaturan cahaya di panggung. Karena itu, tata lampu erat hubungannya dengan tata panggung. Pengaturan cahaya di panggung memang harus disesuaikan dengan keadaan panggung yang digambarkan. Di rumah orang miskin, di rumah orang kaya, semuanya memerlukan penyesuaian. Demikian pula dengan waktu terjadinya, apakah pagi, siang, atau malam.
Yang mengatur seluk-beluk pencahayaan di panggung adalah penata lampu. Penata lampu biasanya menggunkn alat yang disebut spot light, yaitu semacam kotak besar berlensa yang berisi lampu ratusan watt. Karena tata lampu selalu berhubungan dengan listrik, sebaiknya penata lampu adalah orang yang mengerti teknik kelistrikan. Sebab, adakalanya lampu tiba-tiba harus dimatikan sejenak lalu dihidupkan kembali. Ada kemungkinan tiba-tiba ada gangguan listrik. Untuk menghadapi hal seperti itu penata lampu yang tidak  memahami teknik kelistrikan tentu akan bingung, yang akibatnya pencahayaan di panggung menjadi kacau dn pertunjukan drama menjdi gagal.
I.       Tata Suara
Tata suara bukan hanya pengatura pengeras suara ( sound system ), melainkan juga musik pengiring. Musik pengiring diperlukan agar suasana yang digambarkan terasa lebih menyakinkan bagi para penonton.
Alat musik yang digunakan pada saat suasana sedih mungkin hanya seruling yang ditiup mendayu-dayu menyayat hati. Demikia pula jka adegan pertengkaran, dan suasananya pana akan lebih terasa bila iringi dengan musik yang berirama cepat dan keras.
Iringan musik tidak dijelaskan dalam naskah. Penjelasaannya hanya secara umum saja, misalkan diringi musik pelan, sendu, atau sedih. Urusan  pengiringa musik ini diserahkan sepenuhnya kepada penata suara atau penata musik.  Musik pengiring dimainkan dibalik layar agar tidak terlihat penonton dan tidak mengganggu para pemain drama. Kekerasan suara juga harus diatur untuk mencitakan permainn drama yang indah.
J.      Penonton
Penonton termasuk unsur penting dalam pementasan drama. Bagaimana sempurnanya persiapan, kalau idak ada penonton rasanya drama tidak akan dimainkan. Jadi, segala unsur drama yang telah disebutkan sebelumnya pada akhirnya semuanya untuk penonton. Kesuksesan sebuah drama biasanya dapat diukur dari banyak-sedikitnya penonton.
Penonton drama terdiri dari berbagai macam latar belakang, baik pendidikan, ekonomi, kemampuan mengapresiasi, maupun motivasi. Dilihat dari segi motivasinya, sedikitnya ada tiga ragam penonto, yaitu penonton peminat, penonton iseng, dan penonton penasaran.
·                  Penonton Peminat
Penonton peminat adalah penonton intelektual yang mampu mengapresiasikan seni, terutama seni drama.
·                  Penonton Iseng
Penonton isenng sebenarnya penonton yang tidak punya perhatian khusus pada drama, tetapi mungkin menyukai seni lain, terutama seni musik.
·                  Penonton Penasaran
Penonton ini berhasrat menonton karena penasaran, yaitu ingin tahu aa sebenarnya tontonan drama itu. Mungkin mereka penasaran pada lakonnya atau mungkin pada pemainnya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa penasaran ini menyangkut dua hal, yaitu penasaran terhadap seni dan penasaran terhadap tokoh.
Sumber:
Wiyanto Asul. 2004. Terampil Bermain Drama. Grasindo : Jakarta
11.  Drama yang pernah dipentaskan di TIM
a.    Perampok karya Rendra
b.    Putih Hitam Lasem

12.Teater yang pernah dipentaskan di TIM
a.    Intifadah (1992)
b.    ”Pelacur Dalam Perspektif Sosiologis”
c.    Festival Teater Anak se-Jabodetabek 2014
d.    Inggit
e.    Orde Omdo
f.    Ibu
g.    Sabda Rindu


13. Blocking
Blocking adalah kedudukan tubuh pada saat di atas pentas. Yang dimaksud dengan blocking yang baik adalah blocking tersebut harus seimbang, utuh, bervariasi, memiliki titik pusat perhatian, dan wajar.
blocking adalah gerakan yang tepat dan stageing dari aktor di panggung dalam rangka memfasilitasi kinerja dari bermain , balet , Film atau opera . [1] Istilah ini berasal dari praktek direksi teater abad ke-19 seperti Sir WS Gilbert yang bekerja di luar pementasan adegan di panggung miniatur menggunakan blok untuk mewakili masing-masing pelaku (praktek Gilbert digambarkan dalam Mike Leigh 's 1999 film yang Topsy-Turvy [2] ).



 


Komentar

Postingan Populer